Edge Computing, Jaringan Sistem yang Bisa Jangkau Individu di Daerah Terpencil

Penerapan sistem edge computing dari Schneider Electric pada jaringan data center

Perusahaan penyedia cloud terkenal dunia, mulai dari Amazon, Facebook, Schneider Electric, dan Google, baru-baru ini melakukan investasi data center di berbagai tempat di Amerika Serikat. Ada di Umatilla, Oregon (Newton), Georgia, Bridgeport, dan Alabama.

Uniknya, lokasi-lokasi tersebut merupakan kota-kota kecil di Amerika Serikat dan jauh dari pusat bisnis. Namun, keputusan untuk mendirikan pusat data center di daerah yang lebih terpencil kemungkinan didorong oleh perubahan demografis.

Baca juga: Penuhi Komitmen Terkait Iklim, Schneider Electric Suntikkan Dana Investasi kepada Xurya, Startup Energi Terbarukan asal Indonesia

Data sensus penduduk 2020 menunjukkan, banyak warga Amerika Serikat yang bermigrasi keluar dari kota besar. Ketika orang-orang keluar dari lingkaran pusat bisnis, mereka secara tidak langsung juga meninggalkan jaringan kuat yang dibangun di kota besar.

Pada lokasi baru di rumah mereka, banyak yang menggunakan teknologi pintar. Selain itu, banyak pula yang tetap bekerja dan berbisnis dari rumah akibat tren digitalisasi.

Perusahaan riset dan analis Gartner memprediksi 75 persen data akan diproses atau dianalisis di tepi jaringan (edge computing) pada 2025. Prediksi ini menyoroti penekanan berkelanjutan pada pengalaman individu sebagai tulang punggung persaingan perusahaan.

Baca juga: Melindungi Jaringan Edge Computing dengan Sistem Keamanan Siber

Kedekatan itu penting. Kebutuhan untuk memperpendek jarak antara penyedia layanan dan individu adalah alasan banyak perusahaan penyedia jasa cloud, salah satunya Schneider Electric, melihat dorongan berkelanjutan untuk melakukan investasi infrastruktur 5G.

Jaringan 5G bisa meningkatkan layanan dengan bandwidth jaringan yang lebih cepat, bahkan untuk individu yang tinggal lebih jauh dari hub jaringan atau pusat kota.

Edge computing menjadi fokus utama

Perusahaan teknologi bukan satu-satunya organisasi yang berinvestasi besar dalam edge computing. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pemain telekomunikasi telah menjual sebagian besar kepemilikan data center mereka dan mengalihkan perhatian untuk berinvestasi infrastruktur 5G.

Pembangunan infrastruktur cenderung berfokus pada tempat-tempat ramai, termasuk arena olahraga, gedung penyedia layanan kesehatan, dan pusat transportasi. Namun, operator telekomunikasi juga dapat memanfaatkan data sensus sebagai panduan lokasi investasi infrastruktur selanjutnya.

Baca juga: Kolaborasi Schneider Electric dan AVEVA Dukung Industri Pertambangan Raih Target Keberlanjutan

Hampir semua bisnis dalam skala apa pun kini harus lebih fokus pada kemampuan jarak jauh. Ke depan, perusahaan harus menjangkau pelanggan dan karyawan secara di lokasi yang lebih tersebar. Untuk melakukannya, diperlukan perluasan infrastruktur yang dapat secara efektif menjangkau pengguna akhir (end user) di berbagai tempat.

Transisi investasi mungkin akan mudah dilakukan bagi perusahaan besar dengan dana miliaran dollar. Namun, tidak setiap perusahaan memiliki kemampuan finansial untuk melakukan perubahan serupa. 

Meski demikin, perusahan yang lebih kecil juga masih memiliki kesempatan dapat mengikuti jejak perusahaan besar dalam berinvestasi di jaringan tepi. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang investasi edge computing, silakan berkunjung ke laman resmi Schneider Electric berikut.

Melindungi Jaringan Edge Computing dengan Sistem Keamanan Siber

jaringan edge computing perlu sistem keamanan siber

Perusahaan global terkemuka dalam transformasi digital di pengelolaan energi dan automasi Schneider Electric menyadari pentingnya strategi keamanan siber terhadap akselerasi penerapan edge computing di lingkungan perusahaan.

Mitigasi strategi keamanan siber perlu memperhatikan empat faktor penting, yaitu kriteria pemilihan perangkat, desain jaringan yang aman, pengaturan atau konfigurasi perangkat, dan pengoperasian serta pemeliharaan.

Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Yana Achmad Haikal mengatakan, penerapan teknologi edge computing saat ini tidak lagi hanya sekedar sebuah hype, tetapi merupakan sebuah kebutuhan.

Baca juga: Serukan Seluruh Industri di Dunia untuk Atasi Perubahan Iklim, Schneider Electric Selenggarakan Innovation Day 2021

Perusahaan riset pasar global terkemuka Forrester menyebutkan, 2021 merupakan tahun edge computing. Pada tahun ini akan terjadi peralihan dari sebuah eksperimen menjadi suatu penerapan massal.

Hanya saja, masih banyak kekhawatiran dari pelaku bisnis dalam penerapan edge computing, terutama terkait keamanan.

Hal itu mengingat konsep edge menawarkan desentralisasi jaringan perangkat teknologi informasi (TI) di lokasi paling akhir yang tidak dikondisikan secara ideal layaknya data center terpusat.

Baca juga: Kurangi Dampak Perubahan Iklim, Perusahaan Bisa Manfaatkan Artificial Intelligence

“Data center diletakkan pada kondisi lingkungan dan sistem keamanan terbaik untuk perangkat TI. Hal inilah yang sering menjadi alasan lambatnya pengadopsian edge computing di sebuah organisasi,” kata Yana.

Oleh karena itu, membangun mitigasi sistem keamanan di jaringan edge computing merupakan langkah krusial. Untuk membangun sistem keamanan edge computing yang andal, perusahaan juga wajib memerhatikan empat faktor berikut.

1. Pengoperasian sistem dan aplikasi edge

Memasang perangkat atau sistem baru hanyalah awal dari strategi keamanan. Dalam pemeliharaan aplikasi edge, ada tiga praktik terbaik untuk diterapkan, yaitu manajemen patch, manajemen kerentanan, dan pengujian penetrasi.

Ada banyak bagian yang bergerak dalam aplikasi edge. Jadi, sebelum melakukan penerapan patch, penting untuk berkoordinasi dengan operator sehingga mereka memiliki pemahaman yang tepat tentang apa yang perlu diperbaiki atau dilakukan pembaruan, serta langkah mitigasi dan waktu yang dibutuhkan untuk penerapan patch.

Terakhir, ada baiknya secara rutin melakukan pengujian sistem sebelum terjadi ancaman eksternal. Hal ini dapat dilakukan dengan pengujian penetrasi yang mensimulasikan serangan pada perangkat, sistem, atau lingkungan jaringan.

2. Kurangi risiko dengan desain yang andal

Membangun sistem keamaan terbaik tidak dapat dilakukan dengan pendekatan “one-size-fits all”. Lebih baik, menggunakan pendekatan defense-in-depth network (DDN) yang direkomendasikan oleh pakar keamanan siber di dunia.

Pendekatan DDN dapat membantu mendiversifikasi risiko dan membangun zona keamanan dengan elemen pertahanan yang berbeda di setiap zona. Dengan pendekatan ini, sistem keamanan dapat mencegah berbagai macam ancaman sambil memasukkan redundansi jika satu mekanisme gagal.

Baca juga: Kolaborasi Schneider Electric dan AVEVA Dukung Industri Pertambangan Raih Target Keberlanjutan

Lapisan pertama yang bisa dilakukan adalah membangun segmentasi jaringan dengan memecah jaringan komputer menjadi beberapa segmen, memungkinkan kontrol lalu lintas data yang lebih baik, dan membatasi seberapa jauh serangan dapat menyebar.

Segmentasi jaringan ini dapat lebih diperkuat dengan menggunakan dioda data dan gateway satu arah. Hal ini dapat memungkinkan lalu lintas mengalir hanya dalam satu arah dan mencegah kebocoran data sensitif dari perangkat tepi (edge).

Langkah selanjutnya adalah sistem deteksi intrusi yang dapat mengidentifikasi dan memperingatkan pengguna tentang lalu lintas yang berpotensi memiliki bahaya untuk merusak, mengganggu layanan, atau memengaruhi ketersediaan sistem yang berjalan di edge.

3. Pahami konfigurasi perangkat

Sebaiknya, pahami cara kerja perangkat IoT dalam kegiatan operasional sebelum mencolokkan perangkat atau sistem baru ke aplikasi edge.

Beberapa langkah yang direkomendasikan adalah melakukan penilaian tingkat kerentanan perangkat atau sistem bila ditempatkan di lokasi edge.

Pahami pula panduan konfigurasi perangkat, cara menonaktifkan protokol yang tidak aman atau tidak perlu untuk mengurangi ancaman serangan, dan melakukan pembaruan sistem.

4. Kriteria perangkat

Kekhawatiran paling umum terhadap perangkat berbasis internet of things (IoT) adalah adanya celah yang berpotensi dijadikan titik serangan siber ke jaringan edge.

Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dua standardisasi saat memilih perangkat. Pertama, apakah perangkat IoT yang memiliki security development lifecycle (SDL) dapat diimplementasikan dengan baik.

Baca juga: Penuhi Komitmen Terkait Iklim, Schneider Electric Suntikkan Dana Investasi kepada Xurya, Startup Energi Terbarukan asal Indonesia

Sebagai informasi, SDL merupakan sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Microsoft. Sistem ini mempertimbangkan masalah keamanan dan privasi di seluruh proses pengembangan perangkat lunak.

Kedua, penerapan standar IEC 62443 yang sudah diterima secara internasional. Jadi, implementasi edge computing wajib menggunakan standar IEC 62443 untuk pengembangan produk yang aman digunakan dalam automasi industri dan sistem kontrol serta aplikasi edge IT.

Kolaborasi Schneider Electric dan AVEVA Dukung Industri Pertambangan Raih Target Keberlanjutan

Industri tambang harus berkelanjutan dengan melakukan transformasi digital

Digitalisasi merupakan evolusi penting bagi industri sumber daya, seperti pertambangan. Operasional perusahaan yang terintegrasi secara digital dapat mendukung asas keberlanjutan dengan menggabungkan kecerdasan teknologi.

Atas dasar itu, Schneider Electric dan AVEVA berkolaborasi untuk mendorong transformasi digital dan keberlanjutan perusahaan pertambangan dalam empat pilar, yakni efisiensi energi, peningkatan pengembalian investasi (yield), adopsi teknologi rendah emisi rumah kaca, dan proses hijau baru.

Baca juga: Kurangi Dampak Perubahan Iklim, Perusahaan Bisa Manfaatkan Artificial Intelligence

Selain itu, dekarbonisasi global juga bergantung pada produksi mineral dan komoditas yang berkelanjutan. Sektor pertambangan dan logam yang sehat pun sangat penting bagi ekonomi global, seperti pengurangan perubahan iklim, perlindungan lingkungan, dan ekonomi sirkular.

Senior Research Manager IDC Energy Insights-WW Mining Ben Kirkwood mengatakan, teknologi memiliki peran penting dalam mendukung perusahaan pertambangan mencapai target keberlanjutan.

“Dengan penggunaan teknologi, perusahaan mendapatkan visibilitas serta kontrol lebih besar terhadap operasional mereka. Hal itu berkaitan dengan penghematan energi, penggunaan air, dan pengelolaan lingkungan,” kata Ben.

Baca juga: Penuhi Komitmen Terkait Iklim, Schneider Electric Suntikkan Dana Investasi kepada Xurya, Startup Energi Terbarukan asal Indonesia

Masalahnya, industri pertambangan sejauh ini dibatasi oleh infrastruktur lama, kekurangan data, dan kurangnya program pengoptimalan.

Oleh karena itu, Schneider Electric menghadirkan solusi manajemenenergi, sistem, dan layanan otomasi guna membantu industri pertambangan mencapai target keberlanjutan mereka.

Solusi tersebut bisa digabungkan dengan solusi transformasi pertambangan digital dari AVEVA yang memungkinkan perusahaan tambang mengubah operasi penambangan konvensional menjadi bisnis yang lebih cerdas, tangguh, dan berkelanjutan.

Penuhi Komitmen Terkait Iklim, Schneider Electric Suntikkan Dana Investasi kepada Xurya, Startup Energi Terbarukan asal Indonesia

Instalasi panel solar Xurya di Grand Hyatt Jakarta

Schneider Electric lewat Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) telah menggelontorkan dana investasi kepada salah satu early-stage startup energi terbarukan di Indonesia, Xurya. Investasi tersebut diberikan bersama dengan co-investor lainnya, yaitu New Energy Nexus Indonesia 1 dan Crevisse Partners.

Ketiga investor berharap dapat mengembangkan bisnis Xurya sebagai penyedia solusi listrik tenaga surya terintegrasi di Indonesia.

Baca juga: Kurangi Dampak Perubahan Iklim, Perusahaan Bisa Manfaatkan Artificial Intelligence

Didirikan pada November 2018, Xurya merupakan penyedia solusi energi bersih yang mengelola pengembangan solusi listrik tenaga surya terintegrasi. Beberapa jasa pelayanannya mencakup pengadaan, engineering, pembiayaan, instalasi, dan monitoring.

Hingga saat ini, Xurya telah mengelola portofolio 40+ situs yang sudah selesai atau sedang dibangun dari berbagai industri, seperti cold storage, perusahaan logistik global, pusat perbelanjaan, kawasan industri, perusahaan beton, industri cat, perusahaan tekstil, dan perusahaan besar lainnya yang telah berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.

President of Schneider Electric Energy Access Gilles Vermot Desroches mengatakan, SEEAA sangat gembira dengan investasi pertama di Indonesia karena pihaknya percaya Xurya akan memainkan peranan penting dalam mendorong adopsi listrik tenaga surya di sektor komersial.

Baca juga: Canggih! EcoStruxture Triconex Safety View dari Schneider Electric Peroleh Sertifikasi Keselamatan dan Cybersecurity

“Hal ini juga merupakan kesempatan yang baik untuk dapat berinvestasi bersama dengan early-stage impact investor lainnya guna mendukung perusahaan startup yang secara positif memajukan SDGs 7,” kata Vermont.

Sebagai informasi, SEEAA adalah impact fund yang memfokuskan investasi kepada perusahaan startup yang berupaya meningkatkan kualitas hidup dan mendorong pembangunan ekonomi di Asia.

Lembaga itu didirikan oleh Schneider Electric, Norfund, EDFI ElectriFI, dan Amundi dengan tujuan untuk melakukan investasi yang menunjukkan kontribusi pada tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di Asia Pasifik, memiliki potensi pertumbuhan dan kelayakan finansial, serta mempunyai tata kelola dan kepatuhan terhadap kriteria environmental, social, and corporate governance (ESG).

Komitmen jangka panjang

Cluster President Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Roberto Rossi menjelaskan, investasi tersebut merupakan bagian dari target Schneider Electric pada 2025 dalam memenuhi enam komitmen jangka panjang terkait iklim, sumber daya, kepercayaan, peluang yang sama, generasi, dan komunitas lokal.

“Kami sangat antusias melihat bagaimana startup seperti Xurya akan menjadi pembawa perubahan dalam perjalanan industri untuk mencapai komitmen terhadap lanskap energi baru dan perubahan iklim,” ujar Roberto.

Untuk diketahui, Xurya saat ini telah bekerja sama dengan sejumlah mitra engineering, procurement, dan construction (EPC) terpilih untuk pembangunan aset tenaga surya, memperkuat ekosistem pengembangan tenaga surya di Indonesia, dan menciptakan peluang bisnis baru.

Baca juga: Pengelola Hotel Harus Tahu, Ini Ragam Teknologi Teranyar yang Perlu Diterapkan di Setiap Kamar

Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan menyambut baik investasi yang dilakukan oleh SEEAA. Ia mengatakan, Xurya bertujuan untuk membantu adopsi listrik tenaga surya bagi sektor komersial di Indonesia tanpa perlu khawatir dengan modal dan pembiayaan di awal.

“Kami berusaha untuk mencapai SDGs 7, berkontribusi untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan dalam bauran energi global. Investasi yang kami terima dari investor akan membantu memperkuat bisnis kami dalam memberikan solusi satu atap. Mulai dari pengembangan studi kelayakan dan manajemen konstruksi, akses ke fasilitas pembiayaan ramah lingkungan, hingga pengoperasian dan pemeliharaan kinerja aset,” kata Eka.

Kurangi Dampak Perubahan Iklim, Perusahaan Bisa Manfaatkan Artificial Intelligence

Peran digitalisasi kurangi dampak perubahan lingkungan di bumi

Krisis iklim yang saat ini sedang dihadapi adalah hasil dari bagaimana manusia berperilaku, baik sebagai bisnis, organisasi, pemerintah, maupun individu.

Untuk mengurangi emisi karbon yang merugikan seluruh penghuni bumi, kita sebagai manusia bertanggung jawab harus sadar untuk mengonsumsi lebih sedikit energi dan menggunakannya secara lebih efisien. Kedengarannya sederhana. Namun, kita semua tahu bahwa ini sulit.

Baca juga: Bagaimana Cara Membangun Data Center yang Tangguh dan Berkelanjutan?

Kabar baiknya, teknologi digital saat ini dapat membantu kita membuat keputusan lebih cerdas, cepat, tepat. Pada akhirnya, semua itu bisa membawa kebaikan untuk planet tercinta ini.

Untuk mewujudkan hal tersebut, ada tiga poin utama yang harus diperhatikan.

1. Analisis dan artificial intelligence (AI)

Dengan insight berbasis data, kita dapat membuat keputusan cerdas berdasarkan pengukuran dan pembelajaran yang didasarkan pada fakta, bukan intuisi.

Dengan kualitas dan struktur data yang tepat, AI memiliki kekuatan untuk mengotomatisasi atau membantu kita membuat keputusan tersebut secara real time. Cara ini akan mengubah proses bisnis tradisional yang lebih boros energi.

2. Transparansi konsumsi

Internet of Things (IoT) memungkinkan kita mengumpulkan serta menganalisis data tentang energi dan sumber daya yang digunakan. IoT juga bisa memberikan insight tentang seluruh sistem perusahaan dalam pemanfaatan energi.

Baca juga: Canggih! EcoStruxture Triconex Safety View dari Schneider Electric Peroleh Sertifikasi Keselamatan dan Cybersecurity

Dengan visibilitas tersebut, penggunaan listrik dan sumber daya lainnya akan lebih efisien serta efektif. Pasalnya, kita dapat mengukur seberapa banyak energi yang digunakan dan mengontrolnya dengan mencocokkan kebutuhan aktual di lapangan. Langkah ini adalah titik awal untuk dekarbonisasi.

3. Kolaborasi ekosistem digital

Tidak ada yang bisa melawan perubahan iklim sendirian, sama seperti tidak ada yang bisa berinovasi sendiri. Menemukan mitra teknologi yang tepat seringkali merupakan cara tercepat, termudah, dan paling menguntungkan untuk mencapai tujuan keberlanjutan.

Di sinilah ekosistem digital, seperti Schneider Electric Exchange dapat membuat perbedaan besar. Schneider Electric memberdayakan pengguna akhir (end user), penyedia teknologi, dan integrator untuk berkumpul serta berbagi data guna menciptakan lebih banyak insight.

Dengan begitu, semua pihak punya kesempatan untuk mengembangkan solusi baru serta memecahkan tantangan efisiensi dan keberlanjutan.

Bagian tak terpisahkan

Ketiga faktor pendukung utama itu memiliki satu kesamaan, yakni potensi untuk mengubah cara bisnis beroperasi dan cara orang bekerja. Inilah inti dari transformasi digital. Hal yang sama berlaku untuk keberlanjutan, strategi keberlanjutan perusahaan yang sukses perlu dirancang dan diterapkan secara menyeluruh untuk mempercepat implementasi di seluruh rantai bisnis.

Schneider Electric melihat elektrifikasi dan digitalisasi sebagai bagian tak terpisahkan serta penting dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

Jadi, tidak mengherankan jika EcoStruxure, platform IoT terbuka Schneider Electric, memanfaatkan digitalisasi untuk mengoptimalkan penggunaan energi dan sumber daya pelanggan, mitra, serta pabrik dan bangunan perusahaan asal Prancis itu sendiri.

Baca juga: Pengelola Hotel Harus Tahu, Ini Ragam Teknologi Teranyar yang Perlu Diterapkan di Setiap Kamar

Untuk mengatasi krisis yang mendesak ini, kita perlu mengembangkan dan menerapkan roadmap atau solusi yang dapat ditindaklanjuti untuk menurunkan emisi terkait energi sambil tetap memenuhi permintaan energi dunia.

Kekuatan teknologi digital, data, dan AI saat ini dapat membantu manusia mempercepat transformasi keberlanjutan ini. Sebagai pemain ekonomi utama, perusahaan seperti Schneider Electric memiliki peran penting di dalamnya. Semakin cepat dan lebih holistik kita bertindak, maka semakin baik.