Hubungan Metaverse dan Edge Computing

Konsep Metaverse membutuhkan bantuan teknologi edge computing untuk mewujudkannya

Sekitar 3 dekade yang lalu, internet merupakan sesuatu yang fiksi bagi sebagian besar orang. Internet menjadi suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan. Fenomena itu terulang pada masa kini saat istilah Metaverse muncul ke permukaan.

Sejak CEO Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan rencana investasi sebesar 10 miliar dollar AS untuk mengembangkan Metaverse, istilah ini menjadi hot topic di seluruh dunia.

Lalu, apa yang dimaksud dengan Metaverse? Metaverse merupakan pertemuan antara dunia digital dan fisik. Metaverse adalah sebuah ruang virtual tiga dimensi di mana para pengguna dapat berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain di lingkungan replikasi dunia fisik dengan modifikasi-modifikasi tertentu.

Baca juga: Universitas Sriwijaya Terima Solar Inverter dari Schneider Electric

Bila dirunut awal mulanya, konsep Metaverse juga bukan istilah yang asing. Konsep ini sudah dimasukkan ke dalam platform gaming. Meskipun begitu, potensi untuk pengembangannya masih luas dan para pengembang masih harus menempuh jalan panjang untuk menemukan potensi Metaverse sepenuhnya.

Konsep Metaverse membuka peluang yang sangat luas bagi para pengguna untuk mencoba beragam aktivitas, mulai dari bepergian, berbelanja, mencoba pakaian, hingga menghadiri konser-konser virtual.

Ketika ide Metaverse menjadi sorotan, di saat yang bersamaan masyarakat juga semakin familiar dengan fintech dan cryptocurrency. Hal ini menjadikan konsep Metaverse semakin memiliki peluang untuk berkembang.

Baca juga: Japandi, Gabungan Gaya Interior Jepang dan Skandinavia

Faktanya, perusahaan-perusahaan besar kini mulai memasuki dunia Metaverse dan sangat antusias untuk menjadi bagian dari pengalaman internet yang imersif. Sebagian besar perusahaan raksasa teknologi bahkan mulai mengambil langkah-langkah untuk menerapkannya di berbagai industri.  

Penampilan bintang pop Ariana Grande dalam sebuah rangkaian konser di Fortnite pada 2022 bisa menjadi contoh. Konser virtual ini mendapatkan perhatian dunia karena menghadirkan pengalaman psychedelic bagi para penonton. 

Meskipun berinvestasi di Metaverse tampak menyenangkan, para pemimpin bisnis perlu memiliki pemahaman mendalam mengenai Metaverse dan dampak perubahan teknologi yang akan terjadi.

Metaverse yang berkelanjutan

Dunia sedang mengalami masa disrupsi dengan sangat cepat. Dengan mempertimbangkan gempuran perubahan digital dan teknologi, perusahaan di berbagai industri perlu terus mengikuti permintaan pelanggan yang muncul agar bisa mengendalikan iklim ekonomi saat ini dan di masa depan.

Untuk alasan ituChief Information Officer (CIO) di seluruh dunia perlu mulai memikirkan cara-cara untuk mendorong pertumbuhan dan tetap gesit dalam setiap perubahan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan membawa kehadiran digital mereka ke tingkat berikutnya serta mempersiapkan diri dengan baik ketika Metaverse sungguh menjadi kenyataan.

Baca juga: 3 Manfaat Penggunaan Jaringan Microgrid pada Bangunan

Jaringan 5G dan solusi edge computing hingga saat ini merupakan solusi terbaik. Jaringan 5G dapat memberikan bandwith yang tepat untuk mendukung koneksi pengguna ke Metaverse. Sementara ituedge computing dari Schneider Electric dapat menjadi solusi untuk mengurangi latensi serta memungkinkan pemindahan data dan konten digital yang besar secara real time. 

Tren Metaverse akan mendorong adopsi edge computing karena merupakan infrastruktur utama yang akan mendorong evolusi Metaverse dan memaksimalkan potensi secara berkelanjutan.

Meskipun pembahasan tentang Metaverse membuat industri bergairah, tetapi volume pertukaran data, bandwitch, dan pengoperasian data center masih menjadi kendala. Pengoperasian teknologi canggih seperti Metaverse membutuhkan lebih banyak energi.

Memanfaatkan dan memaksimalkan infrastruktur yang sudah ada dapat mengurangi pembangunan data center baru dan berpotensi menambah beban lingkungan.

Baca juga: Hidup Lebih Berkelanjutan dan Efisien dengan Konsep Smart Living

Ketika perusahaan bergerak menuju Metaverse, mereka harus bekerja dengan para ahli untuk mengatur dan memprioritaskan keberlanjutan data center. Mereka dapat mulai memeriksa emisi Scope 2, mengkaji kembali sumber energi, dan mempertimbangkan teknologi bersih untuk mengatasi jejak karbon.

Pembangunan edge data center yang ramah lingkungan menjadi kebutuhan untuk memastikan masa depan dunia yang berkelanjutan. Arsitektur data center yang terintegrasi tingkat tinggi, pengelolaan energi yang cerdas, penerapan solusi kontrol otomatis, dan solusi data center berbasis artificial intelligence (AI) dapat mendukung pengelolaan edge data center yang ramah lingkungan.

Semua itu adalah kunci dalam membantu perusahaan untuk membangun Metaverse secara berkelanjutan.

Schneider Go Green Asah Inovasi Generasi Muda di Bidang Energi Berkelanjutan dan Digital

Schneider Go Green 2022

Teknologi digital untuk mendukung terwujudnya energi berkelanjutan telah berkembang secara pesat. Oleh karena itu, generasi muda sebagai penerus bangsa harus selalu lincah (agile) dan adaptif terhadap kemajuan dan perubahan.

Kreativitas dalam menciptakan ide-ide yang inovatif juga penting dimiliki oleh generasi muda agar potensi teknologi dapat dimaksimalkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan masyarakat.

Generasi muda juga perlu memiliki kemampuan soft skill, seperti problem solving, team worker, self-management, serta kemampuan berkomunikasi untuk menjadi talenta muda masa depan yang berdaya saing, kreatif dan inovatif.

Baca juga: Universitas Sriwijaya Terima Solar Inverter dari Schneider Electric

Para talenta muda pun membutuhkan ruang kolaboratif untuk mengasah keterampilan yang berimbang antara aspek teknis (hard skill) dan non-teknis (soft skill). Hal inilah yang menjadi perhatian Schneider Electric.

Perusahaan yang bergerak di bidang energi dan automasi tersebut pun terus mengadakan program Schneider Go Green sejak 2010. Schneider Go Green merupakan salah satu program pengembangan bakat dan mentoring.

Program tersebut menjadi ajang kompetisi global untuk memfasilitasi generasi muda mencari solusi dalam pengelolaan energi dan automasi industri yang berdampak positif terhadap lingkungan.

Baca juga: Japandi, Gabungan Gaya Interior Jepang dan Skandinavia

Pada Schneider Go Green 2022, terdapat lima kategori yang dikompetisikan, yakni Access to Energy, Homes of the Future, Plants of the Future, Grids of the Future, dan kategori terbaru De[coding] the Future.

Pada gelaran tahun ini, terdapat lebih dari 250 ide terkumpul. Hal ini menjadikan Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara dengan peserta terbanyak dari 10 negara yang berpartisipasi.Pada gelaran tahun ini, Indonesia Schneider Go Green berkesempatan menghadirkan dewan juri dari berbagai bidang, di antaranya Cluster President Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Roberto Rossi, Plant Director Schneider Electric Indonesia Joko Sutopo, dan Sondang sendiri.

Kemudian, Schneider Electric juga mengundang dewan juri dari pihak eksternal, yaitu Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna dan CCO Ecoxzytem Andreas Pandu Wirawan.

Baca juga: 3 Manfaat Penggunaan Jaringan Microgrid pada Bangunan

Para dewan juri pun mengapresiasi acara Schneider Go Green 2022 sebagai media untuk menuangkan ide cemerlang, inovasi, dan kreativitas para generasi muda dalam mendorong pengembangan EBT. Peserta juga diajak untuk mengasah empati dan analytic thinking untuk melihat berbagai permasalahan yang ada di Indonesia.

Dari semua peserta yang telah berkompetisi, tim SmartFOCS yang terdiri dari Yusiran, Herviyandi Herizal, dan Sagaria Arinal Haq dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi pemenang Indonesia Schneider Go Green 2022. Selanjutnya, tim SmartFOCS akan mewakili Indonesia berkompetisi di tingkat regional pada 27 April 2022.

Adapun tim SmartFOCS mengusung ide pengembangan Smart Floating Ocean Current dan Solar Hybrid Generation Power System (SmartFOCSPower) untuk membantu masyarakat pesisir yang membutuhkan listrik dengan energi baru terbarukan (EBT).

Baca juga: Apa Itu Sustainable and Smart Living di Era Digital?

SmartFOCS Power merupakan teknologi hybrid yang mengintegrasikan pembangkit listrik fotovoltaik terapung dan turbin arus laut untuk menghasilkan energi.

Energi tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di pulau-pulau kecil yang sulit diakses oleh pembangkit listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Hadirnya SmartFOCS Power dapat membantu masyarakat pesisir meningkatkan perekonomian dengan membuka peluang bisnis, seperti pabrik es dan bisnis perkapalan. Mereka juga tidak perlu khawatir terhadap kerusakan lingkungan karena salah satu nilai dari SmartFOCS Power adalah eco-friendly sehingga aman bagi lingkungan.

Tantangan dan hambatan

Meskipun begitu, tim SmartFOCS juga menghadapi tantangan dan hambatan yang tidak mudah. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pada proses implementasi.

Pada proses tersebut, ada tahapan technology selection, yakni memilih komponen yang tepat untuk produk. Terkadang, komponen yang kami butuhkan tidak ada di Indonesia. Jadi, kami harus mengimpor sejumlah komponen.

Baca juga: Schneider Living Space Hadir untuk Edukasi Masyarakat Konsep Hunian Smart Living

Kemudian, ada pula tahapan site selection. Pada tahapan ini, mereka tidak bisa sembarangan memilih lokasi untuk uji coba alat. Selain itu, tim SmartFOCS juga perlu membuat guidebook atau video tutorial untuk masyarakat sekitar agar mereka dapat mengoperasikan alat secara mandiri.

Meskipun demikian, kami melihat masalah tersebut bisa menjadi celah untuk kami bisa terus berinovasi. Salah satunya dengan memproduksi beberapa komponen di dalam negeri pada masa mendatang.

Universitas Sriwijaya Terima Solar Inverter dari Schneider Electric

Solar Inverter CL36 36 kWp dari Schneider Electric

Schneider Electric telah menyerahkan bantuan peralatan Solar Inverter CL36 dengan kapasitas 36 kilowatt peak (kWp) kepada Jurusan Teknik Elektro, Universitas Sriwijaya.

Sebagai informasi, produk Solar Inverter CL36 36 kWp dari Schneider Electric diperuntukkan bagi bangunan komersial dan industri dengan arsitektur PV yang dapat diskalakan dan fleksibel

Solar inverter itu juga dilengkapi dengan manajemen aset jarak jauh dan mampu meningkatkan efisiensi hingga 98,5 persen.

Baca juga: Apa Itu Sustainable and Smart Living di Era Digital?

Penyerahan bantuan peralatan solar inverter tersebut merupakan bagian dari inisiatif Schneider Electric dalam mendukung pengembangan sustainable energy di Indonesia melalui transfer pengetahuan dan teknologi untuk pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang siap kerja

Bantuan solar inverter dari Schneider Electric rencananya akan dimanfaatkan untuk pengembangan riset dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Universitas Sriwijaya yang akan difasilitasi oleh Ikatan Alumni Teknik Elektro (IATE). 

Business Vice President Power Systems, Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Surya, Fitri mengatakan, solusi tercepat dalam mewujudkan masa depan yang lebih sustainable adalah kombinasi antara digitalisasi dan pemanfaatan energi bersih dari sumber energi terbarukan sehingga mampu mewujudkan elektrifikasi bersih.

Baca juga: Japandi, Gabungan Gaya Interior Jepang dan Skandinavia

Untuk mencapai hal itu, tentu dibutuhkan gabungan SDM dan teknologi yang memadai.

Riset dan inovasi merupakan hal yang sangat penting. Kami senang dapat turut mendukung pengembangan riset PLTS bagi mahasiswa di perguruan tinggi. Kami berharap, bantuan peralatan ini semakin memperbanyak riset dalam bidang energi terbarukan dan menghasilkan lebih banyak lagi inovasi untuk mempercepat kemajuan yang berkelanjutan," jelas Surya

Dekan Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Prof Dr Ir H Joni Arliansyah pun mengucapkan terima kasihnya atas bantuan solar inverter yang diberikan oleh Schneider Electric kepada Jurusan Teknik Elektro Unsri.

Baca juga: 3 Manfaat Penggunaan Jaringan Microgrid pada Bangunan

Kami berharap, kerja sama yang baik antara akademisi dan pelaku industri dapat terus ditingkatkan demi kemajuan teknologi dan inovasi di Indonesia. Bersama-sama kita bisa mendukung pemerintah dalam pengembangan kompetensi SDM di sektor energi terbarukan untuk mewujudkan target emisi nol bersih di Indonesia, ujar Prof Joni.

Japandi, Gabungan Gaya Interior Jepang dan Skandinavia

Gaya arsitektur Japandi menjadi tren desain interior 2022

Japandi membawa perpaduan gaya antara Skandinavia dan Jepang ke dalam satu perpaduan yang menenangkan. Perpaduan warna kontras, seperti abu-abu mutiara dan biru langit, kayu alami dalam warna gelap dan terang, sedikit warna hitam, merah muda pucat, serta putih membuat Japandi lebih bersahaja.

Japandi telah terbukti menjadi gaya interior yang melambangkan perkawinan sempurna antara kesederhanaan dan alam. Ditambah, gaya interior Japandi meningkatkan fungsionalitas sebuah ruangan. Tidak heran, jika Japandi berhasil menjadi tren desain interior pada 2022.

Clean. Decluttered. Functional.

Japandi sangat berfokus pada kesederhanaan, menciptakan lingkungan yang damai dan hangat dengan tata letak minimalis.

Skandinavia menghadirkan kejelasan melalui garis arsitektur dan dekorasi yang nyaman dan rapi, sementara gaya Jepang memiliki aksen minimalis yang menenangkan dan elegan. Keduanya pun menciptakan perpaduan sempurna antara minimal dan fungsional.

Baca juga: Schneider Living Space Hadir untuk Edukasi Masyarakat Konsep Hunian Smart Living

Berikut adalah 3 cara sederhana untuk menerapkan gaya interior Japandi pada ruangan Anda.

1. Blend indoors and outdoors – Interior Japandi adalah tentang menjaga aliran mulus antara objek di dalam dan luar ruangan serta perpaduan warna yang lembut.

2. Embrace imperfection – Ketika banyak ketidaksempurnaan bersatu, mereka menciptakan estetika mereka sendiri!

3. Elegant use of greenery – Jangan meletakkan unsur tanaman hijau terlalu berlebihan sebab bisa merusak keseimbangan.

Selain itu, perhatikan unsur kecil secara detail, seperti penggunaan jenis sakelar. Untuk mendukung gaya Japandi, Anda bisa menggunakan sakelar minimalis dengan perpaduan warna yang seimbang.

Baca juga: Apa Itu Sustainable and Smart Living di Era Digital?

Salah satu perusahaan yang berfokus pada energi dan automasi, Schneider Electric, memahami betul kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, Schneider Electric meluncurkan berbagai jenis sakelar yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan penghuni.

Untuk keanggunan semata, tidak ada yang mendekati tampilan dan nuansa mewah dari sakelar jenis Merten System Design. Desain sakelar ini menonjolkan bentuk persegi yang dinamis.

3 Manfaat Penggunaan Jaringan Microgrid pada Bangunan

Teknologi Microgrid dari Schneider Electric

Saat bangunan, gedung, atau fasilitas pabrik mengalami pemadaman listrik secara tiba-tiba. Apa dampak yang paling terasa? Ya, beberapa dampak yang bisa terjadi di antaranya adalah gagalnya produksi, biaya restart yang tinggi, dan berkurangnya efisiensi peralatan operasional.

Tahukah Anda bahwa kemampuan untuk mempertahankan operasional industri merupakan faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan. Ketahanan kunci infrastruktur inti seperti daya listrik yang stabil sering kali menentukan penguasaan pangsa pasar. Untuk alasan ini, semakin banyak pengelola gedung yang mempertimbangkan jaringan mikro atau microgrid.

Baca juga: Apa Itu Sustainable and Smart Living di Era Digital?

Banyak pemangku kepentingan komersial dan industri menyadari bahwa memiliki fasilitas pembangkit listrik microgrid yang lebih dekat dengan bangunan membuat biaya lebih terjangkau, fleksibel, dan berkelanjutan.

Sistem automasi microgrid juga menjadi jauh lebih canggih dan dapat beroperasi dengan jaringan tradisional sebagai sumber daya cadangan yang bersih. Hal ini tentu berlawanan dengan generator diesel dan gas yang mengandalkan bahan bakar fosil.

Saat ini, ada beberapa alasan bagi perusahaan untuk mempertimbangkan pemanfaatan microgrid sebagai sumber energi

1. Microgrid memangkas biaya energi

Salah satu perusahaan di Australia, yakni South Australian Produce Market (SAPM), menggunakan jaringan microgrid untuk melindungi mata pencaharian petani dan mengurangi biaya tagihan energi secara keseluruhan.

SAPM menjalankan fasilitas gudang berpendingin besar yang menyimpan banyak produk pertanian.

Baca juga: Schneider Living Space Hadir untuk Edukasi Masyarakat Konsep Hunian Smart Living

Sebelum penerapan microgrid, pemadaman listrik di seluruh negara bagian di Australia Selatan menyebabkan hilangnya pendapatan yang signifikan. Penyebabnya adalah terjadi pembusukan sayuran di gudang karena alat pendingun tidak beroperasi.

SAPM juga menggunakan energi matahari untuk memberi daya pada fasilitas gudang berpendingin mereka dan menggunakan baterai untuk menyimpan energi ekstra yang mereka hasilkan. Adapun microgrid yang mereka miliki dikelola oleh Schneider Electric melalui EcoStruxure Microgrid Advisor.

2. Microgrid memiliki manfaat sosial

Sebuah utilitas di salah satu negara bagian di Amerika Serikat sekarang mulai menempatkan jaringan microgrid di beberapa lokasi untuk memastikan keandalan catu daya di wilayah setempat.

Upaya itu tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya listrik, tetapi juga membuktukan bahwa teknologi microgrid dapat digunakan untuk membantu meningkatkan keperluan energi non-fosil.

3. Microgrid mengurangi jejak karbon

Schneider Electric, melalui AlphaStruxure, merupakan salah satu penyedia solusi Energy-as-a-Service (EaaS). AlphaStruxure baru-baru ini mengumumkan kesepakatan untuk menyebarkan microgrid terintegrasi dan infrastruktur pengisian bus listrik di negara bagian Maryland, Amerika Serikat.

Baca juga: Data Center Modular untuk Mendukung Langkah Digitalisasi Perusahaan

Proyek microgrid depot bus listrik tersebut adalah contoh yang bagus bagaimana teknologi microgrid dapat mendukung lingkungan dalam efisiensi energi. Proyek ini setidaknya mentransformasi 44 bus yang beralih dari mesin bertenaga diesel ke listrik.