Komitmen Kurangi Emisi Karbon, Indonesia Meluncurkan Bursa Karbon

bursa karbon Indonesia berpotensi membuat perusahaan makin sadar akan emisi yang mereka buang

Sadar atau tidak, manusia menjadi penyebab pemanasan global paling signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Laporan IPCC Climate Change pada 2021 menunjukkan, pemanasan dunia mungkin akan mencapai atau melampaui 1,5 derajat Celcius hanya dalam dua dekade mendatang.

Berdasarkan skenario emisi tinggi, IPCC menemukan bahwa suhu dunia mungkin akan meningkat sebesar 4,4 derajat Celcius pada 2100. Bila ini terjadi, mungkin akan menimbulkan bencana besar. Mengerikan.

Baca juga: Dekarbonisasi Dapat Dipercepat dengan Beralih ke Bangunan Cerdas dan Hijau

Apakah kita dapat membatasi pemanasan tersebut dan mencegah dampak iklim lebih parah? Semua bergantung pada tindakan yang diambil pada dekade ini.

Caranya adalah dengan pengurangan emisi karbon sehingga dunia dapat mempertahankan kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, batas yang menurut para ilmuwan diperlukan untuk mencegah dampak terburuk terhadap iklim.

Bursa karbon jadi upaya Indonesia

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional hingga 2030.

Salah satu upaya pemerintah adalah menerapkan mekanisme kredit karbon atau carbon credit. Apa itu kredit karbon? Bagaimana cara menghitungnya? Apa hubungan kredit karbon dengan carbon trading atau perdagangan karbon?

Baca juga: Memadukan Desain Data Center dan AI untuk Kurangi Jejak Karbon

Pemerintah Indonesia secara resmi meluncurkan bursa karbon pada 26 September 2023. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong seluruh stakeholder untuk mendukung jalannya bursa karbon.

Secara sederhana, perdagangan karbon atau bursa karbon adalah jual beli kredit atas pengeluaran karbon dioksida dan gas rumah kaca. Perusahaan yang mampu menekan emisi dapat menjual kredit karbon ke perusahaan yang melampaui batas emisi.

Cara menghitung kredit karbon

Cara menghitung kredit karbon yang saat ini telah disepakati dunia adalah dengan menggunakan skema reducing emissions deforestation and forest degradation (REDD+).

REDD+ merupakan konsep untuk menekan emisi gas rumah kaca akibat deforestasi dan degradasi hutan plus konservasi, pengelolaan kelestarian hutan, serta peningkatan cadangan karbon hutan di negara berkembang.

Perhitungan karbon kredit penting dilakukan sebelum mengambil tindakan terkait penyelamatan lingkungan. Adapun tahapan pada REDD+ yang disepakati seluruh dunia adalah pengukuran, verifikasi, kemudian tindakan (MRV).

Baca juga: Solusi Komputasi Edge untuk Mempercepat Digitalisasi Sekolah

MRV merupakan sistem untuk mendokumentasikan, melaporkan, dan membuktikan perubahan karbon secara konsisten, lengkap, transparan, dan akurat sehingga dapat diterima secara internasional.

MRV dapat membantu pemerintah dalam menetapkan emisi awal (baseline) karbon untuk dasar perhitungan dalam mekanisme carbon trading di bursa karbon.

Merujuk data IPCC-GL 2006, perhitungan data cadangan karbon dan perubahannya perlu memperhitungkan lima sumber karbon (carbon pools), yakni tanah, serasah, pohon yang mati, serta biomassa di bawah dan atas tanah.

Baca juga: Cara Terbaik Menurunkan Biaya Listrik dan Energi

Lewat skema REDD+, pengelola hutan yang sudah meraih sertifikasi pengelolaan hutan lestari dapat mengakses tambahan insentif jasa lingkungan berupa kredit karbon.

Pada perkembangan implementasi REDD+ di Indonesia, terdapat banyak tantangan dan lika-liku yang dilewati. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), REDD+ menjadi isu lintas sektoral yang memerlukan koordinasi dengan seluruh stakeholder untuk bersama-sama mengatasi penyebab deforestasi dan degradasi hutan dalam kerangka implementasi REDD+ secara penuh, baik di skala nasional maupun subnasional.

Butuh dukungan stakeholder

Untuk mewujudkan impian penurunan emisi karbon, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan dukungan dari stakeholder terkait, terutama pihak swasta.

Hal tersebut disadari betul oleh Schneider Electric, perusahaan yang fokus dalam transformasi digital manajemen energi dan automasi.

Schneider Electric menginisiasi program Schneider Green pada 2022 dan telah berhasil memberikan dampak positif serta manfaat melalui penanaman lebih dari 300 pohon di berbagai kota, mulai dari Bekasi, Medan, Surabaya, Mojokerto, Malang, hingga Kediri dengan potensi penyimpanan karbon mencapai 6,89 ton.

Baca juga: Schneider Electric Ajak Profesional Tingkatkan Wawasan Sustainability Melalui Sustainability School

Schneider Electric pun menargetkan dapat menanam 800 bibit tanaman keras hingga 2025 yang memiliki potensi penyimpanan karbon mencapai 18,4 ton.

Secara keseluruhan, Schneider Electric mencanangkan kupaya karbon netral pada operasinya, termasuk karbon dioksida offset pada 2025. Pada 2030, Schneider Electric akan mengurangi pengeluaran karbon sebesar 25 persen di seluruh rantai pasok dan “Net-Zero ready” dalam operasinya.

Kemudian, pada 2040, Schneider Electric mencanangkan kupaya karbon netral pada seluruh rantai pasok dan Net-Zero emisi karbon pada seluruh rantai pasok pada 2050.

Untuk memahami lebih lanjut tentang komitmen dan perjalanan keberlanjutan Schneider Electric sebagai Impact Company, baca laporan keberlanjutan terbarunya di sini.

Memadukan Desain Data Center dan AI untuk Kurangi Jejak Karbon

Data center di Indonesia

Pemanfaatan artificial intelligence (AI) secara global diproyeksikan akan terus meningkat dengan laju pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 26-36 persen pada 2028.

Menurut studi yang dirilis oleh firma konsultan Kearney, Indonesia bahkan memiliki potensi peningkatan ekonomi pada 2030 mencapai 366 miliar dollar AS atau Rp 5.371 triliun jika menerapkan AI pada semua lapangan usaha.

Secara horisontal, perkembangan AI ini akan berdampak pada peningkatan permintaan daya di data center. Permintaan kebutuhan energi pun diproyeksikan akan meningkat.

Baca juga: Schneider Electric Ajak Profesional Tingkatkan Wawasan Sustainability Melalui Sustainability School

Disrupsi AI memang telah membawa perubahan dan tantangan yang signifikan dalam desain dan operasi data center.

Saat ini, pemanfaatan AI semakin luas dan berdampak pada ragam sektor industri, mulai dari manufaktur, keuangan, perawatan kesehatan, transportasi, hingga hiburan.

Kondisi tersebut pada akhirnya berdampak pada permintaan daya pemrosesan yang lebih tinggi. Guna menanganinya, data center harus beradaptasi secara efektif untuk memenuhi kebutuhan daya yang terus berkembang dari aplikasi berbasis AI.

Baca juga: Solusi Komputasi Edge untuk Mempercepat Digitalisasi Sekolah

Hal itulah yang mendasari perusahaan transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric, meluncurkan panduan berjudul Disrupsi AI: Tantangan dan Panduan untuk Desain Data Center.

Panduan cetak biru tersebut memaparkan beberapa pertimbangan utama terkait empat kategori infrastruktur fisik, yaitu daya, pendinginan, rak, dan perangkat lunak.

Pada era AI seperti sekarang, panduan terbaru Schneider Electric membuka jalan bagi bisnis untuk merancang data center yang tidak hanya mampu mendukung AI, tetapi juga dioptimalkan sepenuhnya untuk AI.

Panduan ini memperkenalkan konsep-konsep inovatif dan praktik-praktik terbaik, yang sekaligus memposisikan Schneider Electric sebagai pelopor dalam evolusi infrastruktur data center.

Baca juga: Cara Terbaik Menurunkan Biaya Listrik dan Energi

Aplikasi AI sangat intensif dalam hal komputasi dan membutuhkan daya pemrosesan dalam jumlah besar yang disediakan oleh graphic processing unit (GPU) atau akselerator khusus AI. Hal ini memberikan beban yang signifikan pada daya dan infrastruktur pendingin data center. 

Seiring dengan meningkatnya biaya energi dan pemenuhan kepatuhan terhadap praktik sustainability, data center harus berfokus pada perangkat keras yang hemat energi, seperti sistem daya dan pendingin berefisiensi tinggi, serta pemanfaatan sumber daya terbarukan untuk membantu mengurangi biaya operasional dan jejak karbon.

Membuka potensi penuh AI

Panduan data center untuk AI dari Schneider Electric mengeksplorasi titik temu antara AI dan infrastruktur data center, yang membahas pertimbangan-pertimbangan utama seperti:

  1. Panduan tentang empat atribut dan tren AI utama yang mendukung tantangan infrastruktur fisik dalam hal daya, pendinginan, rak, dan manajemen perangkat lunak.
  2. Rekomendasi untuk menilai dan mendukung kepadatan daya rak yang ekstrem pada server pelatihan AI.
  3. Panduan untuk mencapai transisi yang sukses dari pendingin udara ke pendingin cair untuk mendukung peningkatan daya desain termal beban kerja AI.
  4. Rekomendasi spesifikasi rak untuk mengakomodasi server AI yang membutuhkan daya tinggi, manifold dan pipa pendingin, serta kabel jaringan dalam jumlah besar dengan lebih baik.
  5. Panduan dalam menggunakan manajemen infrastruktur data center (DCIM), sistem manajemen daya listrik (EPMS), dan perangkat lunak sistem manajemen gedung (BMS) untuk menciptakan digital twin dari data center, operasional, dan manajemen aset. 
  6. Outlook tentang teknologi baru dan pendekatan desain untuk membantu mengatasi evolusi AI.

Untuk informasi lebih lanjut tentang solusi dan keahlian pusat data AI Schneider Electric, silakan kunjungi website Schneider Electric.

Solusi Komputasi Edge untuk Mempercepat Digitalisasi Sekolah

teknologi komputasi edge untuk mempercepat transformasi digital sekolah di daerah

Seiring semakin canggihnya teknologi, sekolah di seluruh dunia mempunyai peluang mewujudkan digitalisasi dengan mengadopsi alat pembelajaran baru dan meningkatkan infrastruktur.

Seperti kita ketahui, transformasi digital dalam dunia pendidikan terus berkembang secara cepat di masa mendatang. Saat ini saja, sudah menjadi hal yang lumrah bagi siswa di ruang kelas membawa perangkat gadget, seperti laptop, tablet, atau smartphone.

Perangkat tersebut dan teknologi di ruang kelas, memungkinkan digitalisasi lebih lanjut karena para pendidik akan semakin mengandalkan solusi digital.

Baca juga: Wujudkan Net Zero Emissions dengan Mendukung Cleantech Start-up Indonesia

Sementara itu, permintaan terhadap kebutuhan data terus meningkat sehingga semakin membebani infrastruktur IT dan berpotensi menyebabkan masalah downtime, konektivitas, atau latensi. Oleh karena itu, sekolah perlu memperkuat infrastruktur IT dengan solusi komputasi edge.

Penting juga bagi sekolah memastikan bahwa tim IT dilengkapi dengan alat dan pelatihan yang diperlukan untuk mendukung proses digitalisasi secara efektif.

Teknologi AR dan VR dalam pendidikan

Dalam lima tahun ke depan, teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) kemungkinan akan menjadi hal yang umum di sekolah-sekolah di seluruh dunia.

Para guru sudah mulai memanfaatkan metaverse sebagai platform pembelajaran. Metaverse menggabungkan AR, VR, dan internet untuk menyediakan lingkungan kolaboratif yang mendalam.

Baca juga: Cara Terbaik Menurunkan Biaya Listrik dan Energi

Beberapa sekolah sudah menggunakan AR dan VR untuk melakukan karyawisata (study tour) yang dapat dilakukan secara virtual. Selain itu, kompetisi online juga mulai menjadi opsi yang semakin populer. Tidak lama lagi, e-sports juga akan menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang umum ada di sekolah.

Alat-alat digital yang baru muncul ini bisa diintegrasikan ke dalam lingkungan hibrida yang sudah ada dan seiring dengan proses transformasi digital, sekolah memerlukan infrastruktur tambahan, keamanan, dan perlindungan daya untuk mendukung teknologi baru.

Investasi teknologi digital

Investasi pendidikan pada teknologi digital, seperti aplikasi bahasa, bimbingan virtual, dan perangkat lunak pembelajaran online semakin meningkat di seluruh dunia.

Berdasarkan data World Economic Forum, investasi ini mencapai 18,66 miliar dollar AS atau setara Rp 286 triliun pada 2019 dan industri pendidikan online secara keseluruhan diproyeksikan mencapai 350 miliar dollar AS atau setara Rp 5.380 triliun pada 2025.

Seiring dengan transformasi digital yang digencarkan di sekolah, ketersediaan bandwidth dan sistem harus menjadi prioritas sehingga menciptakan tantangan bagi para ahli IT.

Baca juga: Schneider Electric Ajak Profesional Tingkatkan Wawasan Sustainability Melalui Sustainability School

Masalahnya, masih banyak daerah yang kekurangan staf IT berkualitas untuk memelihara dan memantau infrastruktur dan perangkat lunak tambahan guna mendukung teknologi digital baru.

Guna mengatasi tantangan ini, tim IT di pusat dapat melakukan pemantauan jarak jauh untuk mengelola data center, aplikasi komputasi edge, dan jaringan komunikasi untuk kepentingan sekolah di daerah.

Solusi komputasi edge

Institusi pendidikan harus mempertimbangkan investasi pada peralatan jaringan canggih untuk menangani potensi ledakan kebutuhan akan teknologi baru. Selain itu, mereka harus meninjau kebutuhan infrastruktur, daya, dan perangkat pendingin untuk membantu menjaga waktu aktif jaringan.

Terakhir, untuk membantu memantau dan mengelola infrastruktur terdistribusi, tim IT dapat beralih ke pemantauan jarak jauh untuk memungkinkan guru, siswa, administrator, dan staf IT terhubung ke jaringan sekolah.

Visibilitas jarak jauh ke daya ruang server, pendingin, peralatan komputer, dan peralatan jaringan lemari kabel memungkinkan administrator sistem untuk memantau kinerja dan mengidentifikasi anomali peralatan.

Baca juga: Dekarbonisasi Dapat Dipercepat dengan Beralih ke Bangunan Cerdas dan Hijau

Selain itu, sekolah bisa memanfaatkan uninterruptible power supplies (UPS) membantu menjaga ketersediaan sistem dengan menyediakan listrik transisi selama pemadaman listrik. UPS ini memungkinkan administrator untuk melakukan reboot sistem dari jarak jauh bila diperlukan.

Hal yang patut dipertimbangkan untuk sekolah adalah model UPS kecil dan ringan yang dirancang untuk lingkungan komputasi edge dan pusat data mikro. Misalnya, APC Smart-UPS Ultra dari Schneider Electric yang berukuran 30 persen lebih kecil, 50 persen lebih ringan, dan menghasilkan daya satu setengah kali lebih besar dibandingkan model sebelumnya.

Hal ini membuatnya lebih mudah untuk diterapkan di ruang yang lebih sempit dengan persyaratan komputasi yang lebih tinggi.

Cara Terbaik Menurunkan Biaya Listrik dan Energi

Ini cara terbaik buat perusahaan hemat energi dan menurunkan biaya listrik

Melonjaknya harga listrik tentu merugikan operasional industri di seluruh dunia. Inflasi energi berdampak pada kenaikan biaya, kendala kontrak kerja, penyusutan tenaga kerja, dan masalah pasokan bahan bakar.

Tingginya harga bahan bakar bahkan menyebabkan beberapa pabrik membatasi produksi atau tutup sama sekali.

Baca juga: Wujudkan Net Zero Emissions dengan Mendukung Cleantech Start-up Indonesia

Selama dua tahun ke depan, McKinsey & Company memperkirakan bahwa 57 persen produsen di Eropa tidak bisa senantiasa mengurangi konsumsi gas sambil tetap mempertahankan tingkat produksi saat ini.

Dalam industri proses, hibrida, atau diskrit, meningkatnya biaya energi dan ketidakpastian pasokan bahan bakar berdampak langsung pada laba dan aktivitas operasional yang dapat menyebabkan:

  • pangsa pasar menyusut
  • kehilangan pekerjaan
  • relokasi operasi ke negara-negara dengan biaya energi yang lebih rendah (jika memungkinkan)
  • kendala manufaktur yang mengganggu rantai pasokan hilir (termasuk produsen, distributor, pengecer, dan konsumen lain)

Sebagian besar pemimpin bisnis menyadari bahwa tantangan yang ditimbulkan oleh kenaikan harga energi akan tetap menjadi hambatan jangka panjang terhadap pertumbuhan bisnis.

Cara terbaik mengurangi biaya energi

Para pemimpin industri yang berpikiran maju secara aktif mengembangkan strategi transisi untuk secara signifikan meningkatkan peluang penghematan energi di seluruh operasional saat ini dan mempersiapkan diri menghadapi masa depan yang bergejolak.

Tiga langkah berikut dapat membantu menurunkan konsumsi energi dan biaya terkait:

1. Melakukan audit energi

Audit adalah langkah pertama dalam program manajemen energi yang efektif dengan menetapkan status quo.

Audit energi dapat mengungkap kekurangan dalam sistem yang memakan energi seperti pompa, ventilasi, penerangan, udara bertekanan, uap, pendingin, HVAC, dan mesin proses, serta membantu mengidentifikasi dan memprioritaskan area yang berpotensi menghemat energi.

2. Memanfaatkan pendanaan teknologi

Di sisi pasokan energi, inisiatif pemerintah jangka pendek dan jangka panjang dapat membantu mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil dengan menjadikannya lebih terjangkau bagi perusahaan untuk menggunakan energi terbarukan.

Di sisi permintaan, perusahaan dapat memfasilitasi digitalisasi operasi dan program efisiensi energi baru.

Baca juga: Schneider Electric Ajak Profesional Tingkatkan Wawasan Sustainability Melalui Sustainability School

Kombinasi subsidi ini dan tindakan yang diambil oleh masing-masing organisasi dapat membantu industri mengendalikan biaya sekaligus memitigasi ketidakamanan energi saat ini, serta membantu perusahaan mencapai target energi ramah lingkungan untuk menjamin masa depan yang lebih berketahanan.

3. Mengukur dan memantau

Untuk mendorong perbaikan, perusahaan juga memerlukan pengukuran konsumsi energi yang terperinci untuk menentukan garis dasar.

Hubungkan dan automatisasi aset prusahaan. Kemudian, dengan menggunakan alat digital, perusahaan dapat memantau dan menganalisis efektivitas upaya peningkatan energi terhadap tolok ukur yang ada.

Jadi, tindakan manakah yang paling mendorong penghematan energi?

Baca juga: Dekarbonisasi Dapat Dipercepat dengan Beralih ke Bangunan Cerdas dan Hijau

Keberhasilan sangat bergantung pada kombinasi dekarbonisasi – yang memfasilitasi transisi menuju perilaku yang meningkatkan efisiensi energi – dan strategi manajemen energi yang unik untuk operasional perusahaan.

Sebagai ahli dalam automasi industri, sistem tenaga, dan manajemen energi, Schneider Electric bekerja dengan perusahaan industri di seluruh dunia untuk membantu perusahaan mendigitalkan dan mendekarbonisasi operasionalnya.

Schneider Electric Ajak Profesional Tingkatkan Wawasan Sustainability Melalui Sustainability School

Sustainability School Schneider Electric

Schneider Electric, pemimpin transformasi digital dalam pengelolaan energi dan automasi, memperkenalkan Sustainability School Schneider Electric yang ditujukan untuk membantu perusahaan mengatasi tantangan dasar dalam bertransformasi.

Platform digital yang dapat diakses secara gratis ini menyediakan berbagai pelatihan interaktif yang bertujuan untuk membekali perusahaan dan para profesional dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan guna meningkatkan kinerja sustainability mereka.

Aksi sustainability atau keberlanjutan menjadi faktor penting yang harus dijalankan perusaahaan demi mewujudkan karbon netral.

Namun, ternyata, hanya terdapat 41 persen perusahaan terkemuka di Asia, termasuk Indonesia, yang telah menerapkan strategi sustainability dalam sebuah perencanaan yang jelas dan terukur.

Baca juga: Mengapa Digitalisasi Membuat Hasil Bisnis Lebih Baik: 3 Pelajaran yang Dipetik

Sebanyak 70 persen di antaranya mengatakan bahwa penyebab utama belum terlaksananya aksi sustainability di perusahaannya adalah masalah internal.

Data tersebut didapatkan dari penelitian yang dilakukan Schneider Electric terhadap C-level executive dan tenaga profesional pada 2022.

Penelitian tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa sebagian besar organisasi dan perusahaan terkemuka di Asia belum menyadari pentingnya manifestasi aspek sustainability dalam strategi bisnis perusahaan.

Kendala internal, seperti pola pikir, pengetahuan, budaya perusahaan yang belum mendukung transformasi, serta kurangnya data penunjang untuk membuat perencanaan strategis membuat aksi sustainability sukar dijalankan.

Baca juga: Bagaimana Memanfaatkan Surplus Generasi Muda di Era Sustainability Teknologi?

Cluster President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Roberto Rossi mengatakan, Sustainability School Schneider Electric merupakan platform digital yang dapat diakses secara gratis.

Platform ini menyediakan berbagai pelatihan interaktif yang bertujuan untuk membekali perusahaan dan para profesional dengan pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja sustainability mereka.

Menyelaraskan pola pikir dan wawasan terkait upaya sustainability merupakan pondasi penting yang menentukan keberhasilan transformasi perusahaan. Hal inilah yang melatarbelakangi Schneider Electric memperkenalkan sustanability school

Saat pertama kali diluncurkan, sustanability school hanya diperuntukkan bagi para karyawan Schneider Electric untuk meningkatkan wawasan dan keahliannya dalam hal sustainability. Hal ini dilakukan untuk mendukung ekosistem mitra perusahaan lebih baik.

Baca juga: 3 Tahapan Penting Wujudkan Bangunan Zero Carbon, Harus Manfaatkan Sistem Cerdas!

Saat ini, sustanability school  terbuka untuk para profesional dan perusahaan eksternal dari berbagai skala. Fungsinya adalah memfasilitasi kebutuhan mereka dalam mengambil langkah pertama menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.

Sustainability School Schneider Electric adalah langkah besar Schneider Electric selanjutnya untuk membuktikan bahwa perusahaan tidak hanya dapat menjalankan bisnis, tetapi juga dapat meningkatkan kinerja mereka secara fundamental.

Platform pelatihan online ini memang dirancang untuk mengedukasi dan menginspirasi individu serta organisasi untuk mengadopsi praktik-praktik sustainability

Sustainability merupakan inti dari bisnis Schneider Electric dan perusahaan asal Prancis ini percaya bahwa pengetahuan adalah kunci untuk mendorong perubahan dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Melalui Sustainability School, Schneider Electric juga ingin memberdayakan setiap individu untuk menjadi Green Heroes for Life di lingkungan terdekat dan terus meningkatkan kemampuannya.

Bagaimana peluang dekarbonisasi ekonomi?

Perjanjian Paris 2015 memicu gerakan di seluruh sektor ekonomi untuk mengurangi atau menghilangkan emisi karbon. 

Survei Gartner yang dilakukan pada 2022 menunjukkan bahwa 87 persen pemimpin bisnis memperkirakan alokasi pengeluaran mereka untuk sustainability akan meningkat dalam dua tahun ke depan.

Namun, terlepas dari komitmen yang terus meningkat terhadap dekarbonisasi, kesenjangan pengetahuan dan keterampilan yang cukup besar masih menjadi penghalang bagi kemajuan sustainability.

Baca juga: Dekarbonisasi Dapat Dipercepat dengan Beralih ke Bangunan Cerdas dan Hijau

Selain itu, perusahaan semakin mengandalkan mitra yang memiliki keahlian di bidang sustainability untuk mendukung mereka dalam membantu mewujudkan dekarbonisasi pada operasional mereka.

Sebagai Impact Company, kami menempatkan sustainability sebagai inti dari bisnis untuk mencapai dampak positif dan berkelanjutan bagi planet dan masyarakat.

Dengan Electricity 4.0 sebagai inti dari program, sustainability school melengkapi dan memperkuat komitmen tersebut.

“Kami dapat mendukung para mitra dalam mempercepat aksi iklim di tiga pilar utama, yakni menyusun strategi (strategize), digitalisasi (digitize), dan dekarbonisasi (decarbonize),” kata Roberto.

Tidak hanya korporasi, Sustainability School Schneider Electric juga dapat menjadi platform yang tepat bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk belajar dan memperoleh pengetahuan.

3 bab pelajaran

Sebagai informasi, pembelajaran di Sustainability School Schneider Electric terdiri dari tiga bab. Bab pertama adalah memahami keberlanjutan dan risiko yang terlibat.

Pada bab pertama ini, peserta akan mempelajari dasar-dasar keberlanjutan, termasuk ilmu pengetahuan dan istilah di baliknya. Peserta akan menemukan alasan penting bagi perusahaan untuk mempertimbangkan secara serius terkait faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.

Kemudian, bab kedua adalah langkah menentukan rencana sustainability sebagai perusahaan.

Baca juga: Wujudkan Net Zero Emissions dengan Mendukung Cleantech Start-up Indonesia

Bab kedua ini difokuskan pada cara perusahaan dan UKM membangun strategi dekarbonisasi, termasuk informasi tentang teknologi dan peralatan yang mudah diimplementasikan.

Selanjutnya, bab ketiga adalah memanfaatkan keahlian sustainability untuk meningkatkan peluang bisnis.

Bab ketiga akan merangkum pengetahuan dan perangkat yang dipelajari, mulai dari efisiensi energi hingga dekarbonisasi. Tujuannya adalah untuk mendukung peserta dalam menerapkan teori ke dalam praktik.