Penting Banget, Perusahaan Harus Miliki Teknologi Pengelolaan Aset Digital di Era Edge Computing!

pengelolaan aset digital bagi sektor industri

Industri membutuhkan strategi pengelolaan aset digital untuk mewujudkan transformasi ekonomi. Pengelolaan aset digital merupakan hal penting karena berfungsi untuk meningkatkan kinerja operasional, melakukan tindakan preventif sebelum terjadi kegagalan operasional, dan meningkatkan efisiensi biaya perbaikan aset akibat kerusakan secara tiba-tiba.

Industri harus berani mengambil langkah dalam pengadopsian teknologi digital untuk memastikan keberlangsungan dan keberlanjutan operasional menghadapi berbagai kondisi.

Baca juga: Wajib Tahu, 3 Tantangan Sektor Komersial di Masa New Normal!

Ada empat faktor strategi pengelolaan aset digital yang harus dipenuhi pelaku industri, yakni memastikan ketersediaan (availability) infrastruktur edge dalam kegiatan operasional secara real time, memiliki sistem backup and recovery plan yang terintegrasi, memastikan adanya perlindungan sistem dan peralatan listrik yang baik, serta memiliki sistem keamanan fisik dan edge yang terbaik.

Untuk menjalankan strategi tersebut, salah satu perusahaan yang fokus dalam dalam transformasi digital untuk pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric, telah bekerja sama dengan perusahaan pembuat software, AVEVA untuk menyediakan solusi asset strategy optimization yang membantu sektor industri dalam meningkatkan kinerja aset.

Perangkat lunak tersebut dapat mendukung strategi pengelolaan dan pemeliharaan aset digital yang disesuaikan dengan tujuan bisnis perusahaan.

Solusi asset strategy optimization dapat menekan pengeluaran modal atau capital expenditure (capex) hingga 30 persen dan mengurangi biaya pemeliharaan hingga 50 persen.

Selain itu, dapat pula mengurangi biaya suku cadang hingga 25 persen dan meningkatkan kinerja aset hingga 15 persen.

Di samping pemanfaatan sistem pengelolaan aset digital, penggunaan internet of things (IoT) juga dinilai penting di sektor industri. Semakin canggih teknologi berbasis IoT, maka semakin besar tantangan untuk mengurangi latensi dan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam merespons kompleksitas operasional secara fleksibel. Di sinilah peran edge computing.

Pada era edge computingedge data center memiliki peranan penting dalam lingkungan kegiatan operasional yang berbasis perangkat IoT.

Baca juga: Teknologi Smart Water dari Schneider Electric untuk Efisiensi Pengelolaan Air

Tuntutan koneksi jarak jauh yang lebih cepat membuat kebutuhan data center atau cloud semakin tinggi. Untuk membangun edge data center yang andal dan berkelanjutan, dibutuhkan standarisasi dan integrasi, peningkatan kapabilitas sumber daya manusia, teknologi yang mumpuni, pengawasan dan tata kelola data center yang terencana, serta sistem keamanan yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Adapun dalam rangka mendukung pengelolaan data pada era edge computing, Schneider Electric memiliki tiga solusi edge data center yang dapat menjawab tantangan akan keterbatasan sumber daya manusia, keamanan, efisiensi dan sustainability, yaitu EcoStruxure Micro Data Center, EcoStruxure IT Expert, serta Monitoring and Dispatch Services.

Wajib Tahu, 3 Tantangan Sektor Komersial di Masa New Normal!

tantangan sektor komersial di masa new normal

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang sangat masif terhadap kelangsungan bisnis pada sektor komersial. Mereka perlu cepat beradaptasi dengan normal baru bila tidak ingin terjun bebas ke lubang kerugian.

Tak hanya itu, sektor komersial juga perlu memikirkan cara beroperasi dan menjalankan bisnis untuk memenuhi permintaan pelanggan serta perilaku berbelanja yang terus berkembang di era new normal.

Ada sejumlah tantangan yang kini dihadapi sektor komersial di tengah masa krisis akibat pandemi, mulai dari pengelolaan operasional dari jarak jauh hingga gangguan dalam rantai pasokan.

Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Yana Achmad Haikal  mengatakan, perusahaan komersial dan industri saat ini didorong oleh kebutuhan untuk mengubah dan merangkul digitalisasi guna memenuhi tuntutan pasar, tetap relevan, dan mempertahankan ketahanan bisnis.

“Latensi rendah, kapasitas bandwidth yang tinggi, dan komputasi terpercaya yang hadir melalui teknologi industrial edge dapat memberi daya dalam membangun ekosistem operasional yang always on dan tak diragukan lagi merupakan solusi untuk kelangsungan bisnis yang efektif,” jelas Yana.

Untuk mengetahui lebih lanjut tantangan apa yang menanti sektor bisnis di masa depan, simak ulasan yang bersumber dari rilis resmi Schneider Electric berikut.

1. Integrasi antara teknologi operasional dan teknologi informasi

Didorong oleh percepatan peningkatan teknologi pintar, banyak industri yang memanfaatkan Industrial Internet of Things (IIoT), robot, sensor, perangkat pintar, dan analitik data real-time untuk mengintegrasikan dan mengautomasi berbagai tugas dari sistem manufaktur.

Namun, integrasi teknologi operasional (OT) dan teknologi informasi (IT) seringkali tidak berjalan mulus dan bahkan dikelola secara terpisah.

Baca juga: Mengintip Efisiensi Teknologi Smart Water Milik Schneider Electric

Untuk mengatasainya, industri dapat mengombinasikan teknologi edge computing dan perangkat IIoT untuk mempermudah penyederhanaan proses kerja, mengoptimalkan rantai pasokan, dan menciptakan pabrik pintar.

2. Pengelolaan ledakan data

Menurut penelitian Klynveld Peat Marwick Goerdele (KPMG), pelaku bisnis akan menghabiskan 232 miliar dolar AS untuk berinvestasi teknologi pada 2025. Bila dibandingkan pada 2018, perusahaan hanya menghabiskan 12,4 miliar dolar AS untuk berinvestasi pada hal yang sama.

Perusahaan yang berinvestasi pada teknologi kecerdasan buatan (AI), pembelajaran mesin (machine learning), dan automasi proses robotik (RPA) akan mendapatkan pertumbuhan eksplosif selama beberapa tahun ke depan. Diperkirakan sekitar setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut akan menggunakan teknologi ini dalam skala besar pada 2025.

Baca juga: Pentingnya Digitalisasi Pengelolaan Energi bagi Industri Kecil Menengah

Dengan pertumbuhan dan adopsi teknologi yang lebih besar, akan terjadi fenomena yang disebut ledakan data. International Data Corporation (IDC) memperkirakan akan ada 80 miliar perangkat yang terhubung dan menghasilkan 180 triliun gigabyte data baru pada 2025.

Dengan perkembangan perangkat yang terhubung tersebut, industri komersial perlu memahami dan mengatasi tantangan ini agar tidak tertinggal.

3. Visibilitas lebih besar

Seluruh mesin di fasilitas industri atau manufaktur yang menghasilkan data perlu dikontrol dan dikelola secara efektif sehingga memberikan nilai bagi kegiatan operasional. Di sinilah sistem teknologi edge akan melakukan lebih banyak analisis.

Sistem pemrosesan teknologi edge umumnya berada di fasilitas atau lokasi yang paling dekat dengan sensor sehingga industri bisa mendapatkan visibilitas lebih besar terhadap data yang dihasilkan. Data tersebut pun bisa langsung dianalisis dengan cepat.

Baca juga: Awas, Produktivitas Industri Manufaktur Semakin Merosot! Ini Pentingnya Automasi Universal

Dengan memperhatikan tiga tantangan di atas, industri dan sektor komersial pun diharapkan dapat lebih siap dalam menghadapi era edge computing di masa mendatang dan memastikan ketahanan serta kelangsungan bisnis dapat diraih.

Mengintip Efisiensi Teknologi Smart Water Milik Schneider Electric

teknologi smart water dari Schneider Electric

Total populasi dunia diperkirakan tumbuh menjadi 9,7 miliar pada 2050. Pada saat yang sama, konsumsi air meningkat 2,5 persen per tahun lebih cepat dari pertumbuhan populasi dunia. Kondisi ini menuntut pengelolaan air harus dilakukan lebih efisien untuk memastikan keberlanjutan ketersediaan air bersih bagi seluruh masyarakat dan makhluk di bumi.

Industri sektor air dan air limbah perlu mencari solusi berkelanjutan dalam pengelolaan siklus air. Terutama yang memfokuskan pada optimalisasi efisiensi energi, peningkatan sirkularitas dengan membangun kolaborasi bersama sektor lain dan memberikan insentif untuk dekarbonisasi, serta terlibat secara mendalam dengan komunitas masyarakat.

Baca juga: Jangan Ketinggalan Zaman, IKM Harus Lakukan Digitalisasi Pengelolaan Energi Sekarang Juga!

Sejak 2015, World Economic Forum di Davos juga telah menegaskan krisis air sebagai risiko utama dunia yang harus diutamakan. Perusahaan pengelolaan air pun dituntut untuk terus berinvestasi dalam teknologi dan proses pengolahan terbaru.

Di sinilah teknologi smart water berperan. Smart water bukanlah hal baru, tetapi dalam beberapa tahun terakhir teknologi ini telah menjadi fokus global. Pada smart water, teknologi digital dan automasi akan berfokus pada pengumpulan dan interpretasi data untuk melakukan semua proses yang membentuk siklus air.

Teknologi smart water sendiri dikembangkan oleh Schneider Electric. Sebagai perusahaan global yang berfokus dalam transformasi digital di pengelolaan energi dan automasi, Schneider Electric mengadopsi pendekatan kolaboratif untuk solusi pengelolaan berbasis lingkungan dan layanan yang dapat digunakan oleh perusahaan di berbagai sektor dalam setiap fase perjalanan menuju keberlanjutan.

Baca juga: Bahaya, Industri Manufaktur Bergerak Melambat! Automasi Universal Bisa Jadi Jawabannya

Lebih lanjut, Schneider Electric juga menjawab seruan untuk melakukan aksi yang dikampanyekan pada peringatan Hari Air Sedunia yang dirayakan pada 22 Maret setiap tahun dengan terus mengembangkan arsitektur EcoStruxure for Water and Wastewater.

Adapun arsitektur EcoStruxure for Water and Wastewater meliputi:

  • EcoStruxure Asset Advisor dan EcoStruxure Power Advisor, yakni layanan monitoring proaktif 24/7 berbasis analitik untuk kinerja perangkat-perangkat kritikal dan pengelolaan energi. Menyediakan data real-time untuk pengambilan keputusan yang lebih tepat dan cepat, mengoptimalkan kinerja operasional, mengurangi downtime dan meningkatkan efisiensi operasional.
  • EcoStruxure Maintenance Advisor yang memungkinkan pengoptimalan pemeliharaan sistem untuk mengontrol pasokan dan distribusi air dengan memonitor kesehatan perangkat secara real-time, memberikan peringatan dini atas kemungkinan terjadinya kerusakan, dan memberikan rekomendasi tindakan korektif.
  • EcoStruxure Resource Advisor untuk menyediakan visibilitas secara real-time terhadap konsumsi sumber daya, seperti air, energi, limbah, rantai suplai , dan lainnya di dalam kegiatan operasional.
  • EcoStruxure Augmented Operator Advisor, teknologi augmented reality berfungsi untuk diagnosis performa perangkat secara instan dan melakukan perawatan tanpa adanya kontak fisik, meningkatkan efisiensi, mengurangi downtime, dan mengurangi biaya operasional.
  • EcoStruxure Secure Connect Advisor yang memungkinkan facility manager melakukan kontrol jarak jauh terhadap peralatan dan mesin dengan tetap menjaga keamanan sibernya. Ini berfungsi untuk menjaga kecepatan respons tim maintenance dan quality control melakukan trouble shooting terhadap masalah yang terjadi di lapangan atau pabrik dan memantau parameter kinerja di sistem pengolahan dan distribusi air.

Arsitektur EcoStruxure for Water and Wastewater pun telah banyak dimanfaatkan pada proyek-proyek pengelolaan air dan air limbah di seluruh dunia, seperti Anglian Water di Inggris, Shuqaiq 3 di Arab Saudi, pabrik pengolahan air limbah di California, dan Herning Water di Denmark.

Solusi tersebut telah terbukti dapat mengurangi konsumsi energi hingga 30 persen, meningkatkan efisiensi operasional pada instalasi pengolahan air dan jaringan distribusi air hingga 25 persen, dan mengurangi total biaya kepemilikan (TCO) aset hingga 20 persen.

Jangan Ketinggalan Zaman, IKM Harus Lakukan Digitalisasi Pengelolaan Energi Sekarang Juga!

digitalisasi industri kecil menengah Indonesia

Sebagai sektor mayoritas yang mendominasi dari jumlah populasi industri manufaktur di Indonesia, industri kecil menengah (IKM) memiliki peran signifikan dalam mendorong percepatan sektor manufaktur nasional pascapandemi.

Sektor manufaktur sendiri merupakan salah satu sektor prioritas dalam revolusi industri 4.0 yang diharapkan mengantarkan Indonesia menjadi 10 besar kekuatan ekonomi dunia berdasarkan nilai produk domestik bruto (PDB) pada 2030 mendatang.

Oleh karena itu, kesuksesan program Making Indonesia 4.0 dan percepatan pemulihan ekonomi tidak dapat terlepas dari peran IKM nasional.

Pandemi mengingatkan kita bahwa krisis dapat terjadi kapan saja bahkan ketika ekonomi dalam kondisi yang cukup stabil. Dengan pergerakan bisnis yang terhambat, banyak sektor industri terpukul dan tidak sedikit yang harus menelan kepahitan. Namun begitu, banyak juga pelaku industri yang dapat bertahan di masa krisis, terutama bagi perusahaan yang telah memulai transformasi digital.

Belajar dari pandemi Covid-19, kemampuan perusahaan untuk dapat mengelola operasionalnya secara lebih efisien dan dapat tetap produktif di tengah pembatasan interaksi sosial menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat ketahanan bisnisnya.

Baca juga: Awas Serangan Siber! Lakukan 4 Tips Ini agar Internet di Rumah Tidak Diretas

Efisiensi operasional dalam hal tersebut adalah bagaimana perusahaan menjalankan kegiatan bisnisnya melalui pengelolaan sumber daya yang cerdas untuk menghasilkan produktivitas yang lebih baik dan dapat mengurangi beban operasional. Salah satu beban operasional yang berkontribusi cukup signifikan terhadap biaya produksi adalah biaya energi dengan kisaran antara 20-30 persen.

Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Hedi Santoso menyampaikan, pengelolaan energi menjadi salah satu area kritis karena risikonya cukup tinggi dan harus dioptimalkan oleh agar dapat kompetitif serta berkelanjutan.

Pemanfaatan teknologi digital dalam pengelolaan energi dapat membantu perusahaan menganalisis konsumsi energinya dan mengambil keputusan berdasarkan data real-time untuk meningkatkan efisiensi serta mengurangi biaya energi hingga 50 persen.

“Digitalisasi juga memungkinkan perusahaan memiliki kemampuan analisis prediktif berbasis data atas kemungkinan terjadinya gangguan serta melakukan tindakan preventif sebelum terjadi kegagalan yang dapat merugikan perusahaan,” ujar Hedi.

Tuntutan konsumen masa depan

Kesadaran konsumen akan korelasi antara pilihan produk yang dikonsumsi dengan konstribusinya terhadap dampak lingkungan terus meningkat.

Gerakan mengurangi penggunaan kantong plastik, menggunakan produk daur ulang, serta menghemat penggunaan listrik dan air sedikit demi sedikit mulai menjadi kebiasaan baru.

Baca juga: Awas, Produktivitas Industri Manufaktur Semakin Merosot! Ini Pentingnya Automasi Universal

Konsumen di negara yang sudah lebih maju bahkan telah meminta brand produk yang dikonsumsinya untuk secara transparan mengaudit kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip keberlanjutan.

Konsumsi energi listrik diperkirakan akan meningkat signifikan dalam dua dekade ke depan yang diakibatkan oleh pertumbuhan populasi masyarakat yang diprediksi mencapai 8,5 miliar orang pada 2030.

Produksi energi listrik akan bertumbuh lebih dari 70 persen dalam 20 tahun ke depan yang dipicu oleh urbanisasi dan standar hidup yang tinggi. Tuntutan konsumen masa depan terhadap keberlanjutan lingkungan ini akan menciptakan standar baru di industri dan menjadi alarm untuk segera mengambil langkah perubahan dalam pengelolaan kegiatan bisnisnya.

Sektor IKM nasional harus jeli dalam mengantisipasi tantangan masa depan ini terutama agar dapat lebih kompetitif dalam menggarap pasar global.

Awas, Produktivitas Industri Manufaktur Semakin Merosot! Ini Pentingnya Automasi Universal

teknologi industri manufaktur dari schneider electric

United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) mencatat bahwa produksi manufaktur dunia mengalami perlambatan secara keseluruhan pada 2019. Kemudian, semakin diperburuk oleh krisis ekonomi yang dipicu Covid-19.

Buktinya, pada kuartal II 2020, output manufaktur global turun signifikan sebesar 11,1 persen dan hanya pulih sedikit di paruh kedua 2020.

Business Vice President Industrial Automation Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Hedi Santoso mengatakan, sesuatu yang dapat dipelajari dari masalah tersebut adalah bagaimana industri modern dapat bertahan.

“Hanya saja, kebanyakan teknologi digital dan automasi yang ada saat ini belum benar-benar dapat mendukung pelaku industri mencapai ketahanan secara efisien dan berkelanjutan. Untuk melihat perubahan nyata dalam ketahanan, efisiensi, dan keberlanjutan sektor industri, seluruh ekosistem industri perlu mengambil langkah berani dengan menerapkan automasi universal untuk industri masa depan,” jelas Hendi.

Automasi universal merupakan komponen perangkat lunak automasi sebuah industri yang dipasang dan diproduksi berdasarkan standar IEC61499. Automasi universal adalah dasar dari aplikasi automasi industri.

Dengan menghilangkan hambatan teknologi, automasi universal memungkinkan fasilitas produksi manufaktur dan proses industri dengan cepat diprogram ulang oleh para insinyur sesuai kebutuhan, bahkan dari jarak jauh. Kelincahan dan produktivitas yang meningkat ini diperlukan untuk memenuhi pola permintaan konsumen yang berubah-ubah, sekaligus menjadi solusi terhadap kendala keterbatasan seperti yang disebabkan oleh pandemi pada saat ini.

Penerapan standar IEC61499 untuk interoperabilitas dan portabilitas mengurangi banyak tantangan yang dihadapi industri saat ini. Adopsi standar umum di seluruh vendor memastikan sistem perangkat keras dan perangkat lunak yang berbeda dapat memanfaatkan teknologi canggih.

Sistem interoperabilitas juga memiliki potensi besar untuk melakukan pemeliharaan secara lebih proaktif dan prediktif sehingga dapat meningkatkan efisiensi. Pemeliharaan prediktif ini dapat menghemat sekitar 8-12 persen dibandingkan pemeliharaan preventif dan hingga 40 persen dibandingkan pemeliharaan reaktif.

Baca juga: Awas Serangan Siber! Lakukan 4 Tips Ini agar Internet di Rumah Tidak Diretas

“Dengan automasi universal, sektor industri dapat menciptakan sistem operasional otomatis yang cerdas dengan kemampuan konfigurasi dan perbaikan secara mandiri. Hal ini dapat terwujud dengan adanya kolaborasi dari seluruh ekosistem industri,” jelas Hedi.

Adapun tiga alasan khusus mengapa automasi universal penting dilakukan bagi industri. Simak ulasannya berikut.

1. Terbuka saja tidak cukup

Banyak penyedia teknologi automasi berbicara tentang teknologi "terbuka". Namun, faktanya, mereka belum merangkul sistem multi-vendor atau vendor-agnostik secara menyeluruh.

Akibatnya, perusahaan menanggung biaya teknis yang tidak perlu dan harus menunda peluncuran inovasi produk atau layanannya. Konsekuensi lain, kelincahan industri dapat berkurang dan peluang bisnis hilang.

2. The price of inertia

Teknologi yang dibangun di atas sistem tertutup akan menghambat inovasi sekaligus melumpuhkan produktivitas dari "kerja tim" antara sistem, mesin, dan manusia. Industri juga jadi minim modularisasi dan melemahkan ketahanan serta pengembangan inovasi.

3. Persimpangan jalan industri

Sektor industri telah mencapai titik persimpangan. Untuk mewujudkan era industri 4.0, pelaku industri perlu mengubah model teknologi secara mendasar.