Manfaat Cyber Security dalam Melindungi Keamanan Data Rumah Sakit

Teknologi EcoStruxure for Healthcare dari Schneider Electric

Seperti yang telah banyak dilaporkan, serangan siber atau cyber attack semakin meningkat selama krisis pandemi Covid-19. Ini mengungkapkan kecenderungan di antara penjahat siber untuk menyerang ketika institusi dan individu berada pada posisi paling rentan.

Computer Weekly bahkan melaporkan, serangan siber naik 48 persen pada 30 Januari 2020 di Amerika Serikat (AS) sejak pengumuman kasus pertama Covid-19 di sana. Dengan kasus-kasus tersebut, pandemi telah mendorong urgensi rumah sakit dalam penerapan cyber security.

Ya, peningkatan cyber security merupakan salah satu kekuatan utama yang dibutuhkan penyedia layanan kesehatan untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan dan ancaman di masa depan.

Schneider Electric melalui laman resminya mencatat bahwa sistem kesehatan cenderung memfokuskan upaya keamanan siber pada sistem IT, termasuk data pasien dan informasi keuangan.

Baca juga: Schneider Electric: 39 Persen Perusahaan di Indonesia Manfaatkan Teknologi Edge Computing

Meskipun area itu jelas memerlukan perhatian yang berkelanjutan dan serius, Schneider Electric juga mendorong penyedia layanan kesehatan untuk mengoptimalkan keamanan siber pada sistem teknologi operasional (OT) mereka.

Pendekatan kohesif dan holistik terhadap keamanan siber yang mencakup semua aspek IT dan OT adalah cara paling cerdas bagi rumah sakit untuk mengembangkan ketahanan yang diperlukan untuk menangkal gangguan yang tidak diinginkan.

Salah satu strategi yang bisa pihak rumah sakit gunakan dalam mengoptimalkan keamanan siber mereka adalah bekerja sama dengan pihak vendor yang ahli dalam teknologi cyber security, seperti Schneider Electric.

Dengan teknologi EcoStruxure for Healthcare, Schneider Electric dapat membantu rumah sakit menavigasi kompleksitas konvergensi IT-OT dan menerapkan strategi keamanan siber holistik yang memadukan kebutuhan kedua bidang secara mulus.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang layanan konsultasi keamanan siber tersebut, kamu bisa langsung mengunjungi laman resmi Schneider Electric.

Schneider Electric: 39 Persen Perusahaan di Indonesia Manfaatkan Teknologi Edge Computing

Teknologi edge computing dari Schneider Electric

Schneider Electric mengumumkan temuan survei Tech Research Asia (TRA) tentang edge computing di Asia Pasifik.

Laporan tersebut mencakup berbagai insight dari 15 Chief Information Officers (CIO) dan 1.100 pimpinan sektor teknologi informasi (TI) di berbagai industri.

Adapun konteks dari survei tersebut membahas keadaan TI pada era sekarang, tujuan dan penggunaan edge computing, serta panduan di masa mendatang. Laporan ini juga membahas insight terhadap edge computing pada lima segmen industri secara lebih mendalam.

Director TRA, Trevor Clarke mengatakan bahwa sebagian besar organisasi di Asia Pasifik dalam beberapa tahun mendatang akan merasakan kekuatan edge computing.

Baca juga: Demi Kelancaran Operasi Pabrik, Industri Wajib Manfaatkan Industrial Edge Computing

“Meskipun tidak semua orang akan menggunakan istilah ‘edge’, tetapi mereka benar-benar membutuhkan situs dan kapabilitas edge untuk dapat berhasil diterapkan," tambahnya.

Survei tersebut terdiri dari penelitian ekstensif dan wawancara mendalam dengan responden di berbagai industri dari Australia, Jepang, Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Korea Selatan, Filipina, dan Taiwan.

Senior Vice President Schneider Electric untuk Asia Timur dan Jepang, Benoit Dubarle mengatakan, laporan terbaru TRA menunjukkan alasan utama para pemimpin TI mengadopsi edge computing adalah untuk mengatasi masalah bandwidth dan latensi.

“Hal ini menunjukkan fakta lebih lanjut terkait manfaat signifikan dalam menerapkan solusi edge dalam lingkungan bisnis saat ini di mana kecepatan dan efisiensi yang lebih tinggi menjadi keunggulan kompetitif,” ucap Benoit.

Adopsi edge computing

Terkait adopsi pasar, sekitar 28 persen pemimpin TI di kawasan Asia Pasifik menyatakan bahwa mereka memanfaatkan edge computing di berbagai lokasi dengan tambahan pengguna baru sebanyak 38 persen dalam 24 bulan ke depan. Hal ini juga diharapkan dapat mendorong peningkatan jumlah lokasi dari rata-rata 7 lokasi menjadi 11 lokasi.

Sebanyak 39 persen responden perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa mereka sudah mengadopsi edge computing. Sedangkan sekitar 40 persen lainnya u baru mengenal, tetapi memahami konsepnya.

Adapun beberapa tujuan utama pemanfaatan edge computing bagi perusahaan, di antaranya:

  • Solusi edge memberikan pengalaman yang lebih baik dan memungkinkan pelanggan mengakses data dan aplikasi dengan lebih aman dan cepat.
  • Dapat mengurangi latensi dan memungkinkan karyawan menjadi lebih produktif, salah satunya melalui pemanfaatan teknologi IoT terbaru yang menekankan pada fungsionalitas.
  • Memungkinkan pemeliharaan peralatan dan mesin secara proaktif, memantau kinerja gedung dan aset, serta memastikan pemantauan keamanan CCTV secara real-time.

Secara keseluruhan, pengguna awal edge computing di Asia Pasifik melihat penurunan biaya TI dan operasional yang berdampak terhadap peningkatan bisnis yang berkisar rata-rata 5-10 persen.

Manfaat edge computing

Laporan tersebut mengungkapkan bahwa 72 persen responden yang telah mengadopsi edge computing melihat manfaat dalam pengurangan biaya TI, diikuti dengan penurunan biaya operasional sebanyak 46 persen dan peningkatan kepuasan pelanggan sebesar 34 persen.

Sektor pendidikan tinggi menempati urutan teratas dengan jumlah 68 persen sebagai sektor yang telah mengadopsi edge computing.

Baca juga: Tak Hanya Cloud, Perusahaan Butuh Teknologi Ini untuk Hadapi Era Industri 4.0

Demikian pula di sektor healthcare. Sekitar setengah dari responden di industri ini menyatakan telah mengadopsi edge computing. Sejumlah 80 persennya adalah pengguna yang sudah ada dari beberapa bentuk layanan cloud computing.

Salah satu alasan utama pemanfaatan teknologi edge computing adalah berkurangnya masalah bandwidth dan latensi, memenuhi kewajiban terhadap aspek keamanan, serta meningkatkan efisiensi biaya.

Di sektor layanan keuangan, preferensi terhadap komputasi edge cukup tinggi. Sebanyak 63 persen institusi layanan keuangan di Asia Pasifik menyatakan telah mengadopsi edge computing.

Demi Kelancaran Operasi Pabrik, Industri Wajib Manfaatkan Industrial Edge Computing

sistem edge computing dari Schneider Electric

Dalam sebuah industri, baik itu pabrik manufaktur atau fasilitas pengolahan air limbah, industrial edge computing digunakan untuk menggerakkan mesin dan proses yang diklasifikasikan sebagai operation technology (OT).

Meski demikian, ternyata tak banyak staf OT yang memiliki pengalaman untuk memasang atau mengoperasikan server, penyimpanan, perangkat lunak, dan peralatan jaringan yang penting untuk edge computing. Sebab, sistem semacam itu secara tradisional merupakan bidang IT.

Untuk mengatasi permasalahan itu, integrator sistem industri dan penyedia solusi IT dapat membantu perusahaan menjembatani kesenjangan tim IT dan OT. Schneider Electric, salah satu perusahaan yang fokus pada teknologi dan otomatisasi pun telah berinvestasi dalam sumber daya yang dapat membantu integrator sistem industri serta penyedia solusi IT memanfaatkan peluang edge computing.

Baca juga: 4 Prediksi Schneider Electric Terkait Peran Internet di 2021

Schneider Electric juga menawarkan pembelajaran pengembangan profesional baru untuk membantu integrator sistem industri menetapkan diri mereka sebagai konsultan IT dan OT tepercaya bagi pelanggan mereka.

Ada pula Industrial Edge Computing Forum yang dihadirkan oleh Schneider Electric Exchange. Forum ini memungkinkan integrator sistem industri dapat mengidentifikasi dan terlibat dengan penyedia solusi IT bersertifikat edge computing.

Untuk mendapatkan manfaat penuh dari otomatisasi industri (industrial automation), perusahaan tidak dapat mengandalkan solusi berbasis cloud saja. Sebab, kecepatan dan ketahanan yang diminta oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), machine learning, dan teknologi industri 4.0 lainnya membutuhkan infrastruktur IT lokal guna menyediakan daya pemrosesan dan penyimpanan.

Infrastruktur tersebut dapat hadir dalam berbagai lingkup dan ruang, tetapi jika berada di lingkungan industri seperti pabrik atau pusat distribusi, hal itu dikenal sebagai komputasi tepi industri atau industrial edge computing.

Baca juga: Fungsi Algoritma Data Center untuk Pemeliharaan Rutin

Vice President ARC Advisory Group Craig Resnick mengatakan, industri manufaktur memiliki keunggulan sebagai salah satu segmen otomatisasi industri yang tumbuh paling cepat dan pendorong utama yang memengaruhi transformasi digital.

Industrial edge computing sangat penting untuk membantu produsen mengukur kinerja aset dengan tepat, mengidentifikasi area masalah dengan cepat, dan membuat perubahan dalam waktu nyata untuk meningkatkan operasi serta memberikan ROI sesingkat mungkin,” jelasnya.

4 Prediksi Schneider Electric Terkait Peran Internet di 2021

Peran data center di 2021

Senior Vice President of EcoStruxure Solutions and CMO of Secure Power Division di Schneider Electric Kevin Brown memberikan prediksinya tentang dunia teknologi, terutama yang terkait dengan data center.

Dilansir dari laman resmi Schneider Electric, berikut 4 prediksi yang Kevin Brown kemukakan. Selamat membaca!

1. Teknologi software terbaru

Saat ini, Schneider Electric sedang mengembangkan software analytics, software management tools, dan kemampuan layanan yang diperlukan pada masa mendatang untuk teknologi yang lebih tangguh serta berkelanjutan.

Menurut Kevin, pengguna layanan harus merasa nyaman dengan berbagi data melalui cloud dan memahami model bisnis yang berbeda. Selain itu, pengalaman pada 2020 akan mendorong adopsi yang lebih cepat dari pendekatan baru terkait lingkungan hybrid IT.

Baca juga: Fungsi Algoritma Data Center untuk Pemeliharaan Rutin

2. Data center andal untuk new normal

Aktivitas bekerja dari rumah atau work from home (WFH) akan tetap ada pada 2021 seiring dengan peningkatan penggunaan internet di rumah. Bisa dikatakan, transformasi digital yang terjadi pada 2020 biasanya dapat tercapai dalam waktu 2 tahun. Namun, akibat adanya pandemi Covid-19, transformasi digital dapat dicapai hanya dalam kurun 2 bulan saja.

Selain itu, untuk memungkinkan perpindahan aktivitas dari kantor ke rumah, kualitas koneksi internet jadi semakin penting. Ini membutuhkan ekosistem kolaboratif guna membangun data center dan jaringan yang diperlukan untuk mendukung new normal.

3. Tantangan energi

Selama pandemi, banyak restoran yang menerapkan pemesanan makanan melalui smartphone. Tak hanya restoran, aktivitas ini juga terjadi ketika Anda hendak menggunakan layanan transportasi umum, naik pesawat, membeli sayuran, dan lain sebagainya.

Pengalaman tanpa sentuhan atau touch less ini akan semakin menjamur pada 2021. Teknologi yang hadir di baliknya pun memiliki peran yang signifikan. Mulai dari kecanggihan kamera beresolusi tinggi hingga sistem pengenalan wajah, memerlukan banyak informasi. Dalam hal ini, edge data center berskala besar untuk memproses informasi lebih banyak pun diperlukan.

Baca juga: Sebelum Merenovasi Rumah, Perhatikan 3 Syarat Berikut!

Oleh karena itu, Schneider Electric memperkirakan bahwa jutaan pusat data mikro baru akan terpasang dalam lima tahun ke depan. Sejalan dengan perkiraan ini, edge data center akan mengonsumsi lebih banyak energi dalam 5-10 tahun ke depan. Inilah yang akan menjadi tantangan industri teknologi untuk menghasilkan data center yang hemat energi.

4. 5G akan semakin meroket

Gegap gempita terkait kehadiran 5G akan masih berlanjut pada 2021. Seiring waktu, pengguna 5G akan kian bertambah mengingat adanya peningkatan kualitas bandwidth dan menghadirkan latensi yang lebih rendah. Hal ini tentu akan mempercepat transformasi digital di semua lini kehidupan.

Fungsi Algoritma Data Center untuk Pemeliharaan Rutin

Teknologi EcoStruxure for Data Centers dari Schneider Electric

Pertumbuhan pasar data center global diperkirakan akan terus meroket hingga 304,87 juta dollar AS pada 2020-2024. Pertumbuhan tercepat terjadi di kawasan Asia Pasifik.

Perusahaan pemeringkat saham dan obligasi asal Amerika Serikat S&P merilis studi bahwa kawasan Asia Pasifik akan mencapai  peningkatan pasar data center sekitar 10 persen compound annual growth rate (CAGR) pada 2017-2022.

Perencanaan untuk meningkatkan infrastruktur data center dengan pemanfaatan teknologi artificial intelligence (AI) dan otomasi pun semakin menjadi prioritas banyak perusahaan. Hal itu bertujuan mendorong efisiensi operasional dan ketahanan bisnis.

Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Yana Achmad Haikal mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 mendorong perusahaan semakin tertarik pada teknologi prediktif dan kapabilitas jarak jauh untuk data center mereka.

Baca juga: Berbasis Cloud, EcoStruxure Plant Advisor Bantu Operasional Pabrik Lebih Efisien

“Pasalnya, teknologi tersebut mampu membantu departemen teknologi informasi (TI) memprediksi gangguan yang tidak direncanakan,” jelas Yana.

Menurut perusahaan analisis Aberdeen Research, gangguan bisnis berpotensi merugikan perusahaan sekitar 260.000 dollar AS per jam, tergantung jenis industrinya.

Selama bertahun-tahun, AI dan pembelajaran mesin (machine learning) telah mengalami perkembangan besar.

Dalam hal data center, algoritma yang telah dibangun untuk otomasi dan pemeliharaan prediktif menjadi lebih disempurnakan sehingga memungkinkan tim TI lebih fokus pada strategi perencanaan dibandingkan mengerjakan tugas yang bersifat rutinitas.

Baca juga: 3 Kiat Sukses Tingkatkan Produktivitas Pabrik Lewat Transformasi Digital

“Algoritma memanfaatkan data historis untuk memprediksi segala gangguan dengan lebih akurat saat pemeliharaan dibutuhkan,” jelas Yana.

Algoritma tidak hanya dapat memberikan peringatan kepada departemen TI mengenai kemungkinan terjadi kegagalan, sistem cerdas ini juga dapat meminimalisasi kemungkinan kegagalan berkat model pemeliharaan prediktif berbasis data.

“Situasi pandemi menyadarkan perusahaan yang masih mengandalkan staf pendukung data center bahwa kondisi yang tak terduga ini menyebabkan ruang gerak mereka menjadi terbatas dan tidak memiliki visibilitas ke dalam operasional data center,” ujar Yana.

Menurut Yana, perusahaan bisa memanfaatkan platform manajemen berbasis cloud generasi terbaru, seperti EcoStruxure IT with Public API. Dengan platform tersebut, staf TI dapat mengelola data center dari jarak jauh dan dengan cara yang jauh lebih aman.

Perusahan juga bisa meningkatkan kecerdasan dan otomasi infrastruktur data center agar jadi lebih andal dan efisien, baik dalam hal konsumsi maupun pengelolaan energi.

Berdasarkan data Departemen Energi Amerika Serikat, pemeliharaan prediktif (yang memungkinkan untuk melakukan perbaikan perangkat fasilitas sebelum terjadi kerusakan) dapat menghemat biaya sekitar 8-12 persen dibandingkan pemeliharaan preventif yang secara teratur dijadwalkan.

Selain itu, pemeliharaan prediktif juga lebih hemat 40 persen dibandingkan perawatan reaktif. Perawatan reaktif merupakan sebuah tindakan yang dilakukan tim TI saat peralatan atau sistem sudah terganggu.

AI dan pembelajaran mesin akan mendukung manajemen infrastruktur data center. Disrupsi teknologi seperti ini akan mengintegrasikan manusia dan mesin dalam mengelola data center digital.

“Seiring dengan kemajuan transformasi digital, kita akan melihat data center berkembang berdasarkan pengalaman dunia nyata dan didorong oleh permintaan akan tingkat profitabilitas yang semakin tinggi dari perusahaan”, kata Yana.

Untuk membantu perusahaan dalam membangun ekosistem data center yang pintar, andal, berkelanjutan, dan ramah lingkungan, Schneider Electric juga menghadirkan solusi teknologi EcoStruxure for Data Centers.

Pemanfaatan teknologi data center pintar dan energi baru terbarukan dalam penerapan edge computing dapat memperkuat kemampuan pelaku industri dalam menjawab kebutuhan komunitas bisnis akan akses data yang semakin cepat dan terintegrasi, koneksi internet yang stabil, keamanan data, dan meningkatkan efisiensi konsumsi energi serta biaya operasional.

Solusi EcoStruxure for Data Center dari Schneider Electric mengintegrasikan manajemen listrik, gedung dan TI sehingga klien dapat memperoleh pemahaman menyeluruh terhadap performa data center-nya dan membantu pengambilan keputusan yang tepat berbasis data real-time.

Didukung oleh staf dan mitra terbaik, solusi tersebut telah banyak membantu transformasi digital perusahaan dan terbukti dapat meningkatkan efisiensi konsumsi energi hingga 38 persen, efisiensi biaya energi hingga 30 persen, peningkatan produktivitas hingga 60 persen, dan data center uptime hingga 100 persen.