Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang sangat masif terhadap kelangsungan bisnis pada sektor komersial. Mereka perlu cepat beradaptasi dengan normal baru bila tidak ingin terjun bebas ke lubang kerugian.
Tak hanya itu, sektor komersial juga perlu memikirkan cara beroperasi
dan menjalankan bisnis untuk memenuhi permintaan pelanggan serta perilaku
berbelanja yang terus berkembang di era new
normal.
Ada sejumlah tantangan yang kini dihadapi
sektor komersial di tengah masa krisis akibat pandemi, mulai dari pengelolaan
operasional dari jarak jauh hingga gangguan dalam rantai pasokan.
Business Vice President Secure Power Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Yana Achmad Haikal mengatakan, perusahaan komersial dan industri saat ini didorong oleh kebutuhan untuk mengubah dan merangkul digitalisasi guna memenuhi tuntutan pasar, tetap relevan, dan mempertahankan ketahanan bisnis.
“Latensi rendah, kapasitas bandwidth yang tinggi, dan komputasi terpercaya yang hadir melalui teknologi industrial edge dapat memberi daya dalam membangun ekosistem operasional yang always on dan tak diragukan lagi merupakan solusi untuk kelangsungan bisnis yang efektif,” jelas Yana.
Untuk mengetahui lebih lanjut tantangan apa yang menanti sektor bisnis di masa depan, simak ulasan yang bersumber dari rilis resmi Schneider Electric berikut.
1. Integrasi antara teknologi operasional dan teknologi informasi
Didorong oleh percepatan peningkatan teknologi pintar, banyak industri yang memanfaatkan Industrial Internet of Things (IIoT), robot, sensor, perangkat pintar, dan analitik data real-time untuk mengintegrasikan dan mengautomasi berbagai tugas dari sistem manufaktur.
Namun, integrasi teknologi operasional (OT) dan teknologi informasi (IT) seringkali tidak berjalan mulus dan bahkan dikelola secara terpisah.
Baca juga: Mengintip Efisiensi Teknologi Smart Water Milik Schneider Electric
Untuk mengatasainya, industri dapat mengombinasikan teknologi edge computing dan perangkat IIoT untuk mempermudah penyederhanaan proses kerja, mengoptimalkan rantai pasokan, dan menciptakan pabrik pintar.
2. Pengelolaan ledakan data
Menurut penelitian Klynveld Peat Marwick Goerdele (KPMG), pelaku
bisnis akan menghabiskan 232 miliar dolar AS untuk berinvestasi teknologi pada 2025.
Bila dibandingkan pada 2018, perusahaan hanya menghabiskan 12,4 miliar dolar AS
untuk berinvestasi pada hal yang sama.
Perusahaan yang berinvestasi pada teknologi kecerdasan buatan
(AI), pembelajaran mesin (machine learning), dan automasi proses robotik (RPA)
akan mendapatkan pertumbuhan eksplosif selama beberapa tahun ke depan. Diperkirakan
sekitar setengah dari perusahaan-perusahaan tersebut akan menggunakan teknologi
ini dalam skala besar pada 2025.
Baca juga: Pentingnya Digitalisasi Pengelolaan Energi bagi Industri Kecil Menengah
Dengan pertumbuhan dan adopsi teknologi yang lebih besar, akan
terjadi fenomena yang disebut ledakan data. International Data Corporation
(IDC) memperkirakan akan ada 80 miliar perangkat yang terhubung dan
menghasilkan 180 triliun gigabyte data baru pada 2025.
Dengan perkembangan perangkat yang terhubung tersebut, industri komersial perlu memahami dan mengatasi tantangan ini agar tidak tertinggal.
3. Visibilitas lebih besar
Seluruh mesin di fasilitas industri atau manufaktur yang
menghasilkan data perlu dikontrol dan dikelola secara efektif sehingga
memberikan nilai bagi kegiatan operasional. Di sinilah sistem teknologi edge
akan melakukan lebih banyak analisis.
Sistem pemrosesan teknologi edge umumnya berada
di fasilitas atau lokasi yang paling dekat dengan sensor sehingga industri bisa
mendapatkan visibilitas lebih besar terhadap data yang dihasilkan. Data
tersebut pun bisa langsung dianalisis dengan cepat.
Baca juga: Awas, Produktivitas Industri Manufaktur Semakin Merosot! Ini Pentingnya Automasi Universal
Dengan memperhatikan tiga tantangan di atas, industri dan sektor komersial pun diharapkan dapat lebih siap dalam menghadapi era edge computing di masa mendatang dan memastikan ketahanan serta kelangsungan bisnis dapat diraih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar