Sampah Makanan Hasilkan Emisi Gas yang Merugikan, Begini Langkah Mengatasinya!

Solusi mengatasi food waste bagi industri F&B

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) dalam studi berjudul “Global Food Losses and Food Waste” menyebutkan bahwa sekitar sepertiga atau 1,3 miliar ton makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia secara global terbuang per tahunnya.

Hal itu menandakan bahwa banyak sumber daya yang digunakan untuk memproduksi pangan tersebut terbuang sia-sia, termasuk emisi gas rumah kaca yang dihasilkan akibat dari produksi dan distribusi pangan.

Pangan terbuang terjadi di tiap rantai pasok, mulai dari lahan pertanian, pabrik pengolahan, distribusi, hingga ketika dikonsumsi oleh konsumen.

Baca juga: Tantangan Industri Tambang menuju Transformasi Digital

Sebagai ilustrasi, bila hasil panen tidak sesuai warna atau bentuknya, hasil panen tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dibawa ke pabrik pengolahan. Ketika dalam proses pengiriman ke pabrik pengolahan terdapat hasil panen yang rusak, seluruh hasil panen dalam satu palet tersebut akan ditolak.

Dalam proses pengolahan makanan juga tidak kalah banyaknya makanan yang terbuang. Salah satunya saat proses pengemasan makanan. Ketika posisi pelabelan atau pengemasan tidak sesuai standar, makanan tersebut tidak dapat dipasarkan. Transportasi dari pabrik ke pusat distribusi dan supermarket juga menjadi sumber kerusakan lain.

Kemudian, akhirnya makanan tersebut sampai di rumah. Tak sedikit pula masyarakat yang tidak menghabiskan makanan. Memang, bisa dimasukkan ke kulkas untuk dikonsumsi di kemudian hari. Namun, pada akhirnya banyak yang membuangnya karena kedaluwarsa.

Solusi digitalisasi

Schneider Electric tak tinggal diam melihat fakta tersebut. Perusahaan asal Prancis ini pun mempertegas komitmen dalam mendukung proses digitalisasi di seluruh rantai pasok pangan untuk membangun sektor makanan dan minuman (food and beverage) yang lebih berkualitas serta berkelanjutan.

Sebagai Perusahaan Paling Berkelanjutan pada 2021 menurut Corporate Knights, Schneider Electric memiliki solusi digital yang dapat mendukung industri F&B mengatasi tantangan krisis pangan dan dampak lingkungan, yakni EcoStruxure for Food & Beverage.

Baca juga: CEO Schneider Electric: Upaya Dekarbonisasi Harus 3-5 Kali Lebih Besar dari Sebelumnya

Solusi itu memungkinkan industri F&B mengintegrasikan seluruh rantai pasok pangan untuk meningkatkan visibilitas, transparansi, optimalisasi produksi, dan efisiensi energi.

Cluster President Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Roberto Rossi mengatakan, makanan terbuang sia-sia di sepanjang rantai pasok sangat meresahkan. Tidak hanya ketika memikirkan jumlah makanan yang terbuang, tetapi juga bagaimana dengan 1 miliar lebih orang yang kelaparan.

Baca juga: PLN Gandeng Schneider Electric Sebagai Mitra Digital Pengelolaan Energi dan Automasi

Sementara itu, permintaan akan makanan ke depannya tumbuh lebih besar lagi karena populasi dunia telah melewati angka 7 miliar kepala dan diperkirakan dapat mencapai 9 miliar manusia pada 2050.

“Untuk mengatasi tantangan itu, kita tidak hanya perlu untuk memproduksi bahan pangan lebih banyak lagi, tetapi juga memastikan rantai pasokan industri F&B dapat lebih efisien dan andal. Dengan begitu, makanan dapat diproses, disimpan, dan didistribusikan dengan aman serta sesuai standar operasi produksi (SOP),” ujar Roberto.

Digitalisasi rantai pasok pangan dengan pemanfaatan internet of things (IoT), artificial intelligence (AI), machine learning, dan digital twin pun menjadi solusi terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

Penggunaan teknologi digital di industri F&B, terutama di pabrik pengolahan bukan merupakan hal baru. Namun, pemanfaatan teknologi digital ini belum menyeluruh dan terintegrasi di seluruh rantai pasok, mulai dari sistem pertanian, sistem produksi pangan, sistem logistik, hingga sistem distribusi ritel.

Kontrol lebih baik

Dengan digitalisasi rantai pasok pangan yang menyeluruh, industri F&B dapat memperoleh visibilitas dan kontrol yang lebih baik, meliputi proses bahan pangan diangkut ke pabrik, kondisi dan suhu penyimpanan pangan, pengiriman, serta detail informasi yang tercantum di dalam produk.

Pemanfataan AI dalam pengelolaan lahan pertanian juga membantu petani mengetahui informasi cuaca, kondisi tanah, dan sistem irigasi. Petani dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

Sementara itu, pendekatan baru dalam pelabelan dan manajemen informasi produk berbasis digital dapat meningkatkan transparansi.

Baca juga: Meratus Gandeng Schneider Electric untuk Optimalisasi Operasional dan Keberlanjutan

Hal tersebut memungkinkan konsumen untuk lebih banyak mengetahui informasi terkait produk makanan yang dikonsumsi serta membantu produsen untuk melakukan kontrol yang lebih baik terhadap kualitas produk dan mengambil tindakan cepat bila terdapat produk yang tidak sesuai standar, bahkan sebelum mereka mencapai rak etalase.

“Dengan digitalisasi dan integrasi rantai pasokan, industri F&B akan memperoleh transparansi dan visibilitas yang dapat membantu pengambilan keputusan yang tepat berbasis data untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, mengoptimalkan setiap lini rantai pasok, mengurangi jejak karbon, meminimalisasi kerugian, serta pemborosan sampah makanan akibat gagal produksi,” imbuh Roberto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar